SEDIKIT mengeluh banyak bekerja. Ungkapan ini agaknya
selaras dengan apa yang telah dilakukan atlet National Paralympic Committee
Indonesia (NPCI) Sumbar dalam mengangkat harkat dan martabat Tuah Sakato ke
tingkat nasional. Seperti apa perjuangannya?
Kalau bicara soal Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang
dilaksanakan di dua provinsi yakni Nanggro Aceh Darusallam (NAD) dan Sumatera
Utara (Sumut) sudah bisa dipastikan menjadi saksi sejarah kelam prestasi atlet
Sumbar yang telah diselenggarakan pada 9-20 September lalu.
Di mana hasilnya, cukup membuat masyarakat Sumbar
tercengang. Ini setelah tim urang awak yang berkekuatan ratusan atlet dan
meroggoh anggaran Sumbar hingga Rp 28,5 miliar, hanya mampu ”memproduksi” 5
emas, 14 perak, 30 perunggu dengan status peringkat 24. Atau terpaut satu
peringkat di bawah Papeg yang meraih 6 emas plus 3 perunggu di peringkat 23,
atau beda satu peringkat di atas Kepri yang mendulang 5 emas, 6 perak dan 8
perunggu.
Artinya mungkin ini adalah hasil terburuk dari keikutsertaan
Sumbar pada PON-PON sebelumnya. Sebut saja pada PON Papua 2021 misalnya, Sumbar
masih bisa mengantongi 8 emas, 12 perak dan 18 perunggu di peringkat 15. Lalu
di PON Jabar pada 2016 Sumbar meraih 14 emas, 10 perak dan 20 perunggu di
peringkat 11 serta di PON Riau 2012 masih bisa mengantongi 12 emas, 12 perak
dan 25 perunggu di peringkat 11.
Hasil ini jelas, jauh berbanding terbalik dengan apa yang
didapatkan atlet NPCI Sumbar yang notabene “anak tiri” atau pejuang yang serba
kekurangan, dan hanya bermodalkan semangat juang yang tinggi. Sehingga banyak
di antara mereka yang tidak menganggap keberadaannya. Tapi mereka berhasil
membalikan keadaan dan membuktikan diri kalau mereka itu lebih banyak bekerja
daripada ”omon-omon”.
Contoh nyata yang bisa membuat masyarakat Sumbar bangga
adalah, hasil luar biasa yang baru saja mereka bukukan di Pekan Paralimpiade
Nasional (Peparnas) XVII 2024 Solo yang berakhir 13 Oktober lalu. Di mana pada
kesempatan itu, Sumbar bisa berdiri dengan kepala tegak usai mencatatkan hasil gemilang
6 emas, 3 perak plus 6 perunggu. “Alhamdulillah, ini adalah sejarah bagi
perjalanan NPCI Sumbar di ranah Minang sejak mulai dibentuk. Apalagi kami hanya
menurunkan 23 atlet dengan menargetkan dua emas sebelumnya,” ujar Ketua NPCI
Sumbar, Jafrizal, Kamis (24/10).
Atas hasil ini Sumbar bertengger di peringkat 16, di bawah
Jambi dengan 6 emas, 15 perak dan 8 perunggu di peringkat 15, serta Nanggro
Aceh Darusallam (NAD) yang berada di peringkat 17 dengan koleksi 5 emas, 1
perak dan 1 perunggu.
Sedangkan peringkat puncak ditempati tuan rumah Jawa Tengah
dengan 161 emas, 121 perak dan 124 perunggu. Disusul Jabar di peringkat kedua
dengan 120 emas, 116 perak dan 118 perunggu, serta Daerah Khusus Jakarta (DKJ)
di tempat ketiga dengan 39 emas, 29 perak dan 36 perunggu.
Perolehan medali atlet NPCI Sumbar masing-masingnya diraih
dari cabang para renang di bawah asuhan Yulidarti sebagai pelatih dan Yoiko
Karazaqi (asisten pelatih), Meida Fitriani (asisten pelatih ketunaan) yang
sukses mempersembahkan 4 emas, 2 perak dan 3 perunggu, yang masing-masingnya
empat emas atas nama Siti Aisyah (50 m gaya punggung S14 putri dan 50 m gaya
kupu-kupu S14 putri), Sahira Vasya Illahi (50 m gaya bebas S10 putri), Meliana
Ratih Pratama (200 m gaya bebas S14 putri), dua perak atas nama Siti Aisyah
(200 m gaya bebas S14 putri) dan Sahira Vasya Illahi (100 m gaya bebas S10
putri) serta tiga perunggu atas nama M Habib Alfadjri (100 m gaya punggung S14
putra dan 50 m gaya punggung S14 putri) dan Sahira Vasya Illahi (50 m gaya
punggung S10 putri).
Di cabang para ten-pin bowling di bawah asuhan Agusri dan
Ilham Akerda Edyyul (asisten pelatih), mampu menyumbangkan dua emas plus satu
perunggu yang masing-masingnya, emas disumbangkan Mardhi Ferry (single putra
dan putri TPB 10 dan all event putra dan putri TPB 10) dan satu perunggu atas
nama Diki Sihendri (single putra TPB 10). Lalu di cabang para tenis meja di
bawah asuhan Vilga Vernanda, Hatyas Tysha (asisten pelatih), Suryani (asisten
pelatih ketunaan) dengan satu perak dan satu perunggu, di mana perak diraih
Metri (kategori tunggal putri elite kelas 11) dan perunggu diraih Rusdi Noveri
(kategori tunggal putra nasional kelas 11). Di tambah satu perunggu lagi di
cabang para e-sport di bawah asuhan Alfroki Martha untuk atlet atas nama Andi Mahmuddin
(e-football tuna daksa).
“Alhamdulillah, kami bisa pulang dengan kepala tegak.
Prestasi ini kami raih tentunya berkat dukungan banyak pihak mulai dari Dispora
Sumbar, DPRD Sumbar dan juga masyarakat Sumbar,” sebut Sekum NPCI Sumbar,
Syamsul Bahri.
Dan hasil ini makin membuktikan jika Sumbar sudah
mencatatkan sejarah baru tahun ini. Karena jika berkaca dari sebelumnya, di
Peparnas XVI Papua 2021 cuma bisa mendulang 3 perak dan 2 perunggu di peringkat
28 dari 34 peserta. Adapun 3 medali perak disumbang Metri dari cabang tenis
meja, Meliana Ratih Pratama dari cabang Renang dan Rafiq dari cabor atletik.
Dan di Peparnas Jawa Barat 2016 menempati peringkat 23
dengan 2 perak dan 2 perunggu. Bahkan di Peparnas Riau 2012 juga tak ada
sekeping pun emas didulang paralimpian Sumbar.
Tak Banyak yang Tahu
Namun sayang, di balik euphoria yang ada saat ini, tidak
banyak orang yang tahu seperti apa suka dan duka perjuangan panjang mereka
untuk bisa meraih prestasi luar biasa ini. Ya, mulai sejak dilakukan seleksi
berjalan, 24 atlet yang lolos sebelumnya sudah menjalani pemusatan latihan
berjalan secara mandiri di berbagai lokasi sejak Januari lalu.
Kedua puluh empat atlet tersebut berasal dari sembilan
cabang seperti renang dengan berkekuatan empat atlet, tenis meja empat atlet,
atletik lima atlet, catur dua atlet, bulutangkis dua atlet, panahan dua atlet,
esport satu atlet, angkat berat tiga atlet (minus Juliarty) serta bolling dua
atlet.
Dan mereka mulai menjalani pemusatan latihan terpadu di Ibis
Hotel pada 28 September-3 Oktober lalu, yang biaya ngutang. Begitu juga dengan
biaya keberangkatan, kepulangan dan konsumsi yang juga ngutang. Ini karena,
sesuai aturan, usulan hibah sebesar Rp 900 juta NPCI Sumbar belum bisa
dicairkan karena masih dalam pembahasan APBD Perubahan 2024. Nominalnya memang
relatif sangat kecil dibanding yang diusulkan Rp 2,5 miliar sebelumnya, turun
jadi Rp 2 miliar, lalu turun lagi jadi Rp 1 miliar hingga akhirnya dipangkas
lagi jadi Rp 900 juta.
“Harapan kami, dengan prestasi gemilang ini, mudah-mudahan
ke depan bisa lebih baik lagi, baik itu prestasi, ataupun dukungan terhadap
pembinaan atlet,” kata Kabid PO Dispora Sumbar, Rasyidi Sumetri, diamini Kasi
Olahraga Layanan Khusus, Rindiati Adistina.
Ya, di sanalah semua biaya atlet, pelatih dan asisten
pelatih, termasuk pembelian peralatan olahraga yang seadanya, yang notabene
juga ngutang. Dengan anggaran sebesar itu tentunya memang tidak masuk akal,
tapi itulah kenyataan yang harus mereka terima.
Memang memprihatinkan kondisi mereka. Padahal untuk bisa
berprestasi, atlet disabilitas ini tentunya harus memerlukan perhatian khusus.
Karena kondisi mereka yang tidak bisa disamakan dengan orang normal pada
umumnya. Lihat saja, yang paling kentara sekali memiliki keterbatasan fisik,
apakah itu tuna daksa, tuna grahita, tuna netra, tuna runggu, tunga wicara dan
sebagainya. Tapi mereka memiliki hati yang mulia untuk mengangkat martabat
daerah ini di nasional.
Dan pelatih butuh strategi khusus dalam memapahnya. Karena, meleset sedikit saja, kondisinya bisa membahayakan dan berujung fatal. Atau bisa juga mereka ngambek dalam latihan dan tidak mau latihan lagi. Akhirnya yang repot kita juga. Karena yang akan diangkat prestisenya ini adalah 7,5 juta jiwa masyarakat Sumbar. Jadi sudah selayaknya hasil 6 emas, 3 perak dan 6 perunggu ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk menunjukan perhatian lebih kepada atlet NPCI Sumbar ke depannya. Salam olahraga!(zoe)
Posting Komentar