Padang, Sindotime-Persoalan penerapan zonasi dan uang komite
menjadi dua dari sejumlah misi besar yang akan dibawa Dinas Pendidikan Sumbar
saat bertemu Menteri Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen), Abdul Mu’ti yang
dijadwalkan pada pertengahan bulan ini.
Kedua hal ini merupakan hal yang sering kali menjadi keluhan
dari masyarakat yang disampaikan ke Dinas Pendidikan Sumbar selama ini. Untuk
itu, di bawah komando Menteri Dikdasmen yang baru nantinya, dapat menjawab
persoalan ini agar tidak berlarut-larut.
“Rencananya pertemuan (dengan Mendikdasmen, red) pertengahan
bulan ini. Katanya sekitar tanggal 12 November. Namun suratnya belum
disampaikan. Tapi kami sudah menyiapkan beberapa hal yang akan disampaikan kepada
pak Menteri nantinya,” kata Kadisdik Sumbar, Barlius, Kamis (7/11).
Lebih jauh disebutkan, terkait sistem zonasi misalnya yang
sebenarnya susah untuk diterapkan di Sumbar. Sejumlah persoalan yang sering
kali dihadapi seperti, adanya sejumlah titik-titik tertentu yang blank zone. Selain
itu, daya tampung di SMA/SMK negeri tidak mencukupi untuk menampung lulusan
SLTP/MTs sederajat.
Dan mereka yang tidak terakomodir, karena sekolah mereka
yang jauh dari tempat tinggal merasa tidak adil. Untuk itu dia berharap Menteri
yang baru agar bisa melakukan evaluasi penerapan Penerimaan Peserta Didik Baru
(PPDB) dengan sistem zonasi. Mungkin dengan mengadakan asesmen nasional yang
nilainya inilah nantinya yang akan diseleksi untuk melanjutkan sekolah.
“Kalaupun kita bangun sekolah negeri sebanyak-banyaknya
untuk menampung lulusan SLTP, ini juga tidak mungkin. Karena kita juga memiliki
sekolah swasta yang juga harus kita hidupkan,” sebut mantan Kepala SMAN 6
Padang tersebut.
Dikatakan, fenomena yang dilihatnya saat ini, seperti Kota
Padang misalnya di mana kebanyakan sekolah-sekolah tersebut lebih cenderung
posisi letaknya berdekatan dengan pantai. Sementara siswa-siswanya tinggal jauh
dari pantai. Ini merupakan salah satu penyebab jika PPDB sistem zonasi ini tidak
cocok untuk diterapkan Kota Padang. Sedangkan untuk sejumlah kabupaten, penyebaran
sekolah juga mungkin ada seperti itu .
Dia juga tidak manampik, suatu program itu tidak akan
berhasil jika tidak dievaluasi, jadi beberapa poin penting inilah yang akan disampaikan
kepada menteri yang baru nantinya bagaimana dampaknya. “Jadi kalau bisa,
masyarakat jangan disusahkan. Kita ini kan pelayanan masyarakat, digaji
masyarakat, jadi jangan sampai masyarakat disusahkan,” pintanya.
Kemudian begitu juga terkait persoalan sumbangan komite yang
kini juga banyak menjadi keluhan dari masyarakat saat ini. Persoalan ini harus
mendapatkan perhatian serius sehingga tidak menimbulkan dilema di tengah-tengah
masyarakat.
Karena, dengan banyaknya aktivitas sekolah, dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) tidak akan mampu menangani semua itu. Karena itu,
opsinya ada sekolah yang meminta sumbangan komite kepada wali murid. Apalagi sekolah
di Indonesia juga belum masuk pada tahap wajib belajar 12 tahun, melainkan
masih 9 tahun yang dibiayai Negara.
Namun dia juga menekan kepada sekolah untuk tidak melakukan
pemaksaan kepada wali murid, melainkan dengan suka rela. Dan jangan sampai ini
menimbulkan persoalan di kemudian hari.
“Jadi keberadaan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang komite sekolah, perlu dipertegas lagi. Karena yang dibantu oleh pemerintah itu kan BOS, Rp 1,5 juta per siswa SMA per tahun, dan Rp 1,6 juta untuk per siswa SMK per tahun. Jadi sekolah-sekolah kita, belum terpenuhi biayanya dalam hal ini,” ungkapnya.(*/zoe)
Posting Komentar