Jakarta, Sindotime-PT PLN (Persero) berkomitmen mendukung
pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% dengan memastikan
pasokan energi yang andal, bersih, dan berkelanjutan melalui transisi energi
yang masif. Ini disampaikan dalam kegiatan CEO Insight bertema "Menuju
Pertumbuhan Ekonomi 8%: Sinergi Infrastruktur & Teknologi Inovatif untuk
Keberlanjutan Ekonomi" yang diselenggarakan di Jakarta pada (26/11).
Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan
Wakil Kepala Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard, mengungkapkan bahwa transisi
energi menjadi kunci untuk mendorong pembangunan berkelanjutan. Ia menekankan
bahwa upaya transisi energi akan difokuskan pada peningkatan penggunaan energi
terbarukan di berbagai sektor ekonomi, seperti melalui kebijakan carbon credit,
pengalihan subsidi bahan bakar fosil ke energi terbarukan, serta adopsi
kendaraan listrik.
Febrian menambahkan, pencapaian pembangunan berkelanjutan
memerlukan tidak hanya peningkatan energi terbarukan, tetapi juga upaya
dekarbonisasi sektor kelistrikan untuk mendukung komitmen Indonesia mencapai
Net Zero Emissions (NZE) pada 2060. Menurutnya, pencapaian NZE membutuhkan
investasi sebesar Rp794 triliun per tahun, seperti tercantum dalam dokumen
RPJPN 2025-2045.
Direktur Utama PLN Indonesia Power (PLN IP), Edwin Nugraha
Putra, menyatakan bahwa PLN tidak hanya fokus pada penambahan pembangkit energi
terbarukan untuk memenuhi kebutuhan industri, tetapi juga pada penurunan emisi
dari pembangkit yang sudah ada. "PLN mempersiapkan pembangkit baru
berbasis energi terbarukan dan mendukung pembangkit eksisting agar beroperasi
dengan emisi yang lebih rendah, menuju Net Zero Emissions pada 2060,"
ujarnya.
Salah satu langkah utama yang diambil adalah implementasi
teknologi Carbon Capture & Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization
& Storage (CCUS) di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). PLN menargetkan
penerapan teknologi ini pada kapasitas 2 GW pada 2040 dan 19 GW pada 2060.
Edwin menjelaskan bahwa pembangkit batu bara yang masih beroperasi akan
digantikan oleh pembangkit energi bersih seperti nuklir, hidro, dan geothermal,
serta akan mengendalikan emisi melalui teknologi CCS/CCUS.
Teknologi CCS/CCUS memungkinkan penangkapan dan penyimpanan
karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan oleh pembangkit listrik. Teknologi ini
memisahkan dan menangkap emisi karbon untuk disimpan di tempat-tempat seperti
Saline Aquifer. Kapasitas penyimpanan karbon di Saline Aquifer Indonesia
diperkirakan mencapai 572 GtCO2.
PLN telah menjalin kolaborasi dengan mitra nasional dan
internasional untuk studi pengembangan teknologi CCS/CCUS di lima pembangkit,
termasuk PLTU Suralaya, PLTU Indramayu, dan PLTU Tanjung Jati B, dengan mitra
seperti Karbon Korea Co., Ltd., JERA Co., Inc. Jepang, dan PT PLN Enjiniring.
Edwin menekankan pentingnya kolaborasi dalam mengembangkan teknologi CCS/CCUS,
yang memerlukan keahlian tinggi dan dukungan berbagai pihak.
"Kami berharap industri dalam negeri dapat berkembang
untuk mendukung teknologi inovatif ini, sehingga mampu mewujudkan pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 8%,” ujar Edwin menutup pembicaraannya.
Dengan langkah-langkah tersebut, PLN terus mendukung
komitmen pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
melalui transisi energi yang ramah lingkungan dan inovatif.(*/zoe)
Posting Komentar