Akses Menuju Kantor Baru Disdikbud Ditutup Warga Akibat Sengketa Tanah Ulayat

PROTES: Unggukan tanah yang dibuat warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah ulayat yang kini digunakan sebagai akses menuju kantor baru Disdikbud Limapuluh Kota.(dokumen pribadi)


Limapuluh Kota, Sindotime-Kantor
baru Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Limapuluh Kota, yang
terletak di Jorong Ketinggian, Nagari Sarilamak, Kecamatan Harau, belum bisa
difungsikan akibat persoalan sengketa lahan. Akses utama menuju bangunan
tersebut kini terputus total, menyusul aksi penutupan jalan oleh warga setempat
yang mengklaim sebagai pemilik tanah ulayat.

Penutupan jalan dilakukan
dengan menimbun badan jalan menggunakan tanah liat, sebagai bentuk protes
terhadap pemerintah daerah yang dinilai mengabaikan hak masyarakat atas lahan
yang dijadikan akses menuju kantor tersebut. Warga menyatakan bahwa permintaan
pengakuan atas status tanah sepanjang sekitar 100 meter dan lebar 14 meter itu
sudah mereka ajukan sejak awal pembangunan, namun tidak mendapat tanggapan.

Kepala Jorong Ketinggian,
Rydho Ramanda, membenarkan aksi tersebut saat dihubungi pada Sabtu (11/10). Ia
menyebut penutupan jalan merupakan bentuk kekecewaan mendalam dari warga yang
merasa tidak mendapat kejelasan status tanah mereka.

“Ini adalah bentuk
tuntutan masyarakat yang merasa hak ulayat mereka belum diakui. Penutupan jalan
ini sudah berlangsung sekitar satu minggu terakhir,” jelas Rydho.

Pantauan di lokasi menunjukkan
bahwa gundukan tanah yang cukup tinggi telah menghalangi seluruh badan jalan,
membuat kendaraan roda empat tidak dapat melintas. Beberapa pengendara sepeda
motor masih mencoba menerobos melalui jalur sempit di pinggir jalan yang sangat
berisiko karena berbatasan langsung dengan saluran air.

Akibat blokade ini, seluruh
persiapan operasional kantor baru Disdikbud menjadi terhenti. Padahal, bangunan
kantor yang mulai dibangun pada masa pemerintahan Bupati Safaruddin ini sudah
rampung dan terlihat siap digunakan.

Rydho menambahkan bahwa warga
telah menyampaikan keluhan mereka sejak awal proyek dimulai, namun belum ada
tindak lanjut dari pemerintah daerah. Ia berharap Pemkab Limapuluh Kota,
terutama Disdikbud, dapat segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini melalui
dialog langsung dengan warga pemilik lahan.

“Kalau tidak ada
penyelesaian, warga berencana menambah volume timbunan agar jalan tertutup
total. Namun kami terus mengimbau warga untuk tetap tenang dan menunggu langkah
konkret dari pemerintah,” tegasnya.

Hingga saat ini, nasib
pemanfaatan gedung baru tersebut masih bergantung pada penyelesaian sengketa
lahan antara masyarakat dan pemerintah daerah. Tanpa adanya solusi yang adil
dan terbuka, potensi terbengkalainya fasilitas publik ini sangat besar.(*/zoe)