Pendemo Tuntut Perubahan Konkret Lembaga Wakil Rakyat

SAMPAIKAN ASPIRASI: Para pendemo ketika menyampaikan aspirasi mereka di depan gedung DPRD Sumbar, Senin (1/9).(dok pribadi)


Padang, Sindotime-Kawasan depan Gedung DPRD Sumbar menjadi
saksi kumpulan massa yang berasal dari berbagai latar belakang Senin (1/9).
Bukan hanya mahasiswa dari beragam kampus di Sumatera Barat yang mengenakan
almamater dan pita merah sebagai simbol identitas kolektif mereka, namun juga
hadir elemen-elemen masyarakat lainnya, dari pengemudi ojek online hingga ibu
rumah tangga juga turut meramaikan barisan.

Alih-alih sekadar dianggap
sebagai demonstrasi dengan pesan tunggal, aksi yang berlangsung serentak di
berbagai daerah ini mencerminkan keragaman keresahan publik, yang tidak selalu
sejalan dalam substansi maupun semangat pemerintah. Kehadiran pita merah yang
dikenakan di kepala, tangan, atau tas, lebih dari sekadar simbol perlawanan. Ini
menjadi penanda atas perasaan ingin terlibat atas apa ada saat ini.

Di tengah orasi yang keras dan
emosional, beberapa suara mencuat lantang menyoroti kebijakan fiskal dan
simbol-simbol kekuasaan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil. Namun,
perlu dicatat bahwa narasi seperti “gaji DPR naik saat pajak membebani
rakyat” atau “anggota DPR berjoget saat rakyat kelaparan” adalah
kenyataan yang dihadapkan saat ini.

Uniknya, kehadiran ibu-ibu
dalam aksi ini membawa dimensi baru. Mereka bukan hanya “emak-emak”
yang marah, tapi juga warga yang sedang mencari cara untuk bersuara dalam ruang
publik yang selama ini sering didominasi kelompok terpelajar atau elit aktivis.
Apa yang mereka serukan mungkin sederhana, tapi kehadiran mereka memperlihatkan
bahwa keresahan sosial kini menembus batas kelas dan gender.

Di sisi lain, kritik tajam
terhadap “rezim yang menyengsarakan rakyat” tampaknya menjadi
pengikat retoris yang mudah diterima oleh sebagian besar peserta. Namun,
generalisasi ini juga berisiko menyederhanakan kompleksitas tata kelola negara
dan meminggirkan diskusi yang lebih mendalam tentang reformasi struktural yang
dibutuhkan.

Ini memperlihatkan bahwa di
tengah kepenatan ekonomi dan ketidakpercayaan terhadap lembaga formal,
masyarakat masih mencari cara untuk berharap, walau dengan bahasa protes. Keterlibatan
mereka mencerminkan kesadaran politik yang matang, setelah melihat lemahnya
ruang dialog formal yang mampu menyerap aspirasi secara konstruktif.

Aksi ini bukan sekadar
perlawanan terhadap kebijakan, melainkan juga cerminan dari publik yang sedang
mencari arah di tengah keruhnya relasi antara negara dan warganya.

Koordinator Isu dan Hukum Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh
Indonesia atau Bemsi Sumbar, Dedi Irwansyah mengungkapkan bahwa aksi dimulai sekitar
pukul 13.00 WIB.

Tuntutan aksi hari ini, masih mendesak perubahan konkret di tataran DPR RI,
terutama bagi para anggota dewan yang tidak lagi menjadi representasi dari
rakyat.(*/zoe)