LURUSKAN INFORMASI: Kepala DLH Sumbar, Tasliatul Fuaddi saat memberikan keterangan kepada awak media terkait persoalan PBPH PT SPS sekaligus meluruskan informasinya di tengah-tengah masyarakat.(zoe)
Padang, Sindotime-Pemprov Sumbar melalui Dinas Lingkungan
Hidup (DLH) Sumbar akhirnya menanggapi persoalan pengelolaan hutan di Pulau
Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai yang kini menuai pro-kontra di
tengah-tengah masyarakat.
Kepala DLH Sumbar, Tasliatul Fuaddi menyebut, terkait
persoalan tersebut Pemprov Sumbar hingga kini belum ada merekomendasikan kajian
Andal dari kegiatan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT Sumber
Permata Sipora (SPS) untuk mengelola lahan seluas 20.706 hektare di Pulau
Sipora.
“Jadi sampai saat ini, dinas lingkungan hidup itu belum ada
memberikan rekomendasi terkait Analisa Dampak Lingkungan Hidup (Andal) kepada
Menteri terkait. Karena kami masih menunggu masukan-masukan (dari masyarakat),”
ujar Tasliatul Fuaddi, Rabu (20/8).
Disebutkan, adanya semacam penolakan dari koalisi masyarakat
terkait PBHP ini dinilai biasa saja. Karena mereka beralasan Sipora merupakan
termasuk salah satu pulau kecil yang perlu pemberlakuan khusus dalam hal
pengelolaan hutan.
Terkait persoalan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) juga sudah mengeluarkan surat nomor
S.114/BUPH/UPHW1/HPL.2/7/2022 tertanggal 19 Juli 2022. Surat yang
ditandatangani Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Direktorat Bina Usaha
Pemanfaatan Hutan KLHK, Istanto ini, ditujukan kepada Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) untuk meminta pertimbangan kawasan pulau kecil dan pesisir
untuk perizinan berusaha pemanfaatan hutan.
Dan KKP melalui Ditjen Pengelolaan Ruang Laut memberikan
saran berdasarkan surat nomor : B. 1347/DJPRL.3/PRL.240/VII/2022 yang
ditandatangani a/n Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Direktur
Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Muhammad Yusuf.
Surat tertanggal 27 Juli 2022 ini terkait Pertimbangan
Pemanfaatan Pulau Sipora, Kabupaten Mentawai untuk Perizinan Berusaha
Pemanfaatan Hutan.
Di mana ada enam poin yang disarankan, di antaranya yakni, pertama
Pulau Sipora di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Prov. Sumatera Barat merupakan
pulau kecil yang menurut data BIG memiliki luas sekitar 593 km2. Kedua status
lahan daratan Pulau Sipora terdiri dari kawasan hutan (57,42%) yang berupa HL
seluas 6,6 km2, HP seluas 315,5 km2, dan HPK seluas 17,7 km2 dan Area
Penggunaan Lain (APL) seluas 251,93 km2 (42,58%).
Ketiga berdasarkan Pasal 23 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2014,
selain untuk kepentingan yang diprioritaskan, pemanfaatan pulau-pulau kecil
wajib: a. memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan; b. memperhatikan
kemampuan dan kelestarian sistem tata air setempat, dan c. menggunakan
teknologi yang ramah lingkungan. Keempat, berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 53 Tahun 2020, Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan
perairan di sekitarnya wajib memperhatikan: a. pemanfaatan sumberdaya hayati
dan/atau pemanfaatan jasaa lingkungan berkelanjutan; b. kerentanan dan
kelestarian ekosistem pulau-pulau kecil; c. daya dukung dan daya tampung
lingkungan; d. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat; e. keberadaan
situs budaya tradisional; f. teknologi yang digunakan; dan g. dampak lingkungan
yang ditimbulkan.
Kelima, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan dengan kegiatan
pemanfaatan hasil hutan kayu di dalam kawasan hutan Pulau Sipora, Kepulauan
Mentawai merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Keenam,
Mempertimbangkan beberapa hal di atas, kami berpendapat bahwa pemanfaatan
kawasan hutan di Pulau Sipora untuk hasil hutan kayu dapat dilaksanakan secara
selektif dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun dalam hal penerbitan PBPH tentunya harus memenuhi Persyaratan
Teknis yakni Pertimbangan Teknis (untuk hutan lindung) / Rekomendasi (untuk
hutan produksi) dari Gubernur yang berisi informasi tata ruang wilayah provinsi
atas areal yang dimohon yang berada di dalam Peta Arahan Pemanfaatan Hutan
dengan lampiran berupa Peta Rekomendasi/Pertimbangan Teknis Paling Sedikit
Skala 1:50.000 (luas areal >10.000 ha), Skala 1:10.000 (luas areal 1.000 ha
s.d. 10.000 ha) dan Skala 1:5.000 (luas areal < 1.000 ha). Informasi terkait
dengan potensi Pemanfaatan Kawasan, jasa lingkungan dan HHBK, serta keberadaan
masyarakat setempat yang berada di dalam areal yang dimohon.
Dan inilah kunci sesungguhnya, Pemprov Sumbar melalui DLH Sumbar
memiliki banyak pertimbangan yang harus dipenuhi sebelum memberikan
rekomendasi. Termasuk persoalan Amdal yang hingga kini masih dalam kajian.
Di mana, KLHK memberikan penugasan DLH Sumbar perihal
penugasan proses persetujuan lingkungan untuk pemeriksaan dokumen Andal oleh PT
SPS. Namun demikian, penerbitan persetujuan lingkungan tetap menjadi kewenangan
KLHK.
Sebelumnya, proses penilaian formulir Kerangka Acuan (KA) Andal
dilakukan di KLHK. Setelah itu, penugasan penilaian Andal RKL-RPL, diberikan
kepada DLH Sumbar. Selanjutnya, dilakukan uji tahap proyek pada 5-7 Mei 2025
dengan melakukan kunjungan ke lokasi rencana usaha untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut masih dalam tahap perencanaan dan belum dilakukan kegiatan
sama sekali. Pada saat uji tahap proyek, diketahui bahwa proyek tersebut belum
mulai dilaksanakan oleh PT SPS.
Selanjutnya, dilakukan uji administrasi dan pada 8 Mei 2025
dinyatakan lengkap secara administrasi. Lalu, DLH melalui komisi penilai Andal
provinsi menyelenggarakan rapat tim teknis pada 19 Mei 2025 dan rapat Komisi
Penilai Andal pada 22 Mei 2025. Hasil rapat dituangkan dalam berita acara dan
masukan, saran, dan tanggapan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
berita acara. Semua masukan dan saran seluruh peserta rapat dimasukkan dalam
Amdalnet. Namun hingga saat ini, DLH belum menerima perbaikan dokumen dari PT
SPS berdasarkan masukan-masukan tersebut.
Apabila perbaikan telah dilakukan oleh PT SPS, DLH Sumbar akan
menyelenggarakan rapat pemeriksaan perbaikan untuk menilai kesesuaian dokumen
yang telah diperbaiki dan melalui Tim Teknis Komisi Penilai Andal. Akan
melakukan pengecekan dan penilaian secara menyeluruh terhadap dokumen tersebut.
Selanjutnya, akan diterbitkan rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan terhadap rencana usaha. Rekomendasi tersebut akan di-upload ke dalam
Amdalnet.
Lalu, tim teknis komisi penilai andal terdiri atas para ahli
dari perguruan tinggi yang memiliki keahlian sesuai dengan bidangnya,
perwakilan pemerintah pusat/ vertikal/pemerintah provinsi/Pemerintah Kabupaten
Mentawai yang terkait. Sedangkan rapat komisi, dihadiri oleh perwakilan
masyarakat, pemerintah provinsi/kabupaten terkait, LSM, dan perwakilan dari Tim
teknis /ahli/pakar.
“Sebelumnya kita juga sudah membahas persoalan ini dengan Komisi
IV DPRD Sumbar dalam RDP. Dan dalam waktu dekat juga akan ada rapat lanjutan,
dengan mengundang pihak peruhasaan dan perwakilan dari koalisi masyarakat
sipil, tokoh adat serta unsur pemerintahan Mentawai. Dan sekali lagi kami
tegaskan, kami belum memberikan rekomendasi sama sekali,” sebut pria yang akrab
disapa Fuad tersebut.
Sebelumnya, terjadi penolakan perizinan PBPH PT SPS yang
dilakukan oleh koalisi masyarakat. Mereka mengkhawatiran dampak-dampak terhadap
lingkungan yang ada ditimbulkan dari aktivitas pengelolaan hutan. Terakhir,
juga ada sejumlah mahasiswa UIN Imam Bonjol yang dikabarkan mendesak Pemprov
Sumbar untuk menolak PBPH PT SPS yang disampaikan mahasiswa kepada Kadis
Pendidikan Sumbar, Barlius saat menghadiri kegiatan PBAK UIN IB pada Selasa
(20/8).(zoe)