Oleh : MUHAMMAD AKBAR
SELAMA satu dekade terakhir, wajah transportasi kota dan
desa di Indonesia mengalami perubahan besar. Ojek online hadir sebagai jawaban
atas keterbatasan layanan angkutan umum. Praktis, fleksibel, dan menjangkau
hingga gang sempit. Namun, kehadirannya juga menandai satu hal penting:
anggaran, perhatian, dan perencanaan terhadap transportasi umum kita tidak
berjalan semestinya.
Tak banyak yang sadar bahwa di balik helm hijau dan jaket
aplikasi, banyak pengemudi ojol adalah sopir profesional. Dulu mereka
mengemudikan angkot, angkudes, atau bus AKDP. Kini, karena sistem transportasi
formal yang mati suri, mereka beralih ke sektor yang informal dan penuh
ketidakpastian.
Jika kita benar-benar ingin membangun Indonesia yang
terhubung dan berkeadilan, pembenahan angkutan umum dari hulu ke hilir adalah
keharusan. Ini bukan sekadar urusan trayek atau terminal, melainkan menyangkut,
Integrasi antarmoda di tiap kota dan kabupaten, Penataan sistem, rute, dan
insentif bagi operator lokal,Re-skilling dan rekrutmen kembali para pengemudi
angkutan yang selama ini tersingkir.
Pembenahan sistem transportasi nasional ini mencakup
angkutan perkotaan, pedesaan, perintis, dan penghubung antarwilayah. Bukan
hanya di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya, tetapi hingga pelosok negeri
yang selama ini hanya mengandalkan ojek, pick-up, atau truk bak terbuka.
Bila ini dijalankan dengan sungguh-sungguh, lalu lintas akan
lebih tertib, ketergantungan pada ojol sebagai solusi utama akan berkurang, pengemudi
lama bisa kembali ke profesinya dengan bangga, dan masyarakat, pada akhirnya,
akan mendapatkan hak dasar mereka: akses transportasi yang aman, nyaman, dan
terjangkau.
Membenahi angkutan umum bukan sekadar proyek teknis. Ini
adalah upaya mengembalikan martabat bangsa dalam bergerak.(***)