Padang, Sindotime.com-Menyikapi
isu kelistrikan dunia, Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) Sumbar
bersama UID PLN Sumbar, akademisi, praktisi, usahawan, menggelar workshop dan
pelatihan penyusunan Rencana Umum kelistrikan Daerah (RUKD) Sumbar.
Ini adalah penyempurnaan dari RUKD yang telah disusun di
tahun sebelumnya 2017, yang belum sempat ditetapkan karena RUKN-nya waktu itu
juga belum fiks. Sehingga keberadaan perlu di review untuk memasukan beberapa
isu terbaru.
Di antara isu tersebut yakni target net zero emission di
tahun 2060, di mana dari transisi energi yang dilakukan RUKD itu, untuk
mensinkronkan semua stakeholder. Tidak hanya PLN sebagai tenaga operator tenaga
kelistrikan, tapi juga pemerintah provinsi yang ada di dalamnya, termasuk juga
masyarakat yang ada di dalamnya seperti pelanggan, usahawan, pebisnis,
akademisi.
“Jadi bagaimana, RUKD ini sebagai legitimasi yang
konprehensif, mengatur kita yang ada di dalamnya untuk mempercepat transisi
energi. Apakah itu terkait gas rumah kaca, kenaikan suhu bumi, kualitas udara
dan sebagainya,” kata GM PLN UID Sumbar, Eric Rossi Priyo Nugroho saat workshop
dan pelatihan penyusunan RUKD Sumbar di Bappeda Sumbar, Selasa (16/1/2024).
Sedangkan terkait dengan Energi Baru Terbarukan (EBT),
kondisinya di Sumbar saat ini mencapai 52 persen, atau kalau secara angka
sekitar 400 MW itu dari EBT. Ini terdiri dari panas bumi, air, mikro hidro. Dan
ini juga yang menjadi potensi Sumbar disamping potensi-potensi lainnya yang ada
di ranah Minang.
Khusus untuk PLTP yang ada di Muara Labu,h pada 2024 akan
mulai rekonstruksi lagi untuk tahap kedua. Kemudian untuk air sendiri masih
sekitar 250 Mega yang bisa dikembangkan potensinya. Kalau ini bisa
dimaksimalkan semuanya, maka kapasitas energi yang terpasang di Sumbar mampu
berkontribusi terhadap bauran energi secara nasional, yang mana pada 2025
targetnya sebesar 23 persen.
Untuk kendala sendiri, khusus untuk EBT ini sebenarnya tidak
ada, hanya saja untuk mengembangkan EBT ini dibutuhkan pembebasan lahan yang
luas yang membutuhkan waktu, perizinan, penerimaan masyarakat sekitar, termasuk
penerapan teknologi. Di mana, semakin besar teknologi yang digunakan akan
semakin tinggi cost yang dikeluarkan.
“Jadi, melalui workshop ini kita menyamakan persepsi,
terkait perlunya RUKD ini dan latar belakangnya, apa yang dilakukan. Dan tadi
(kemarin, red) kita juga sudah sepakat untuk percepatan transisi energi di
Sumbar dalam rangka berkontribusi secara nasional dan dunia,” ungkapnya.
Ketua MKI Sumbar, Insanul Kamil mengatakan, RUKD ini adalah sebuah
dokumen yang dibuat secara terus menerus. Di mana tujuannya adalah untuk
merencanakan pengembangan sektor ketenagalistrikan di daerah.
Berbagai isu ketenagalistrikan yang muncul saat ini makin
dinamis. Perubahan ini makin mengintervensi Sumbar terhadap
perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya. Di mana, di dunia
isunya saat ini adalah transisi energi.
“Pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai net zero
emission pada 2060 nanti. Kalau konferance on parts PBB yang ke 26 di Glesco
dunia sepakat pencapaiannya pada 2050, jadi kita yang minta undur 10 tahun. Ini
karena, kita perlu dana besar untuk mencapai pada 2050,” ungkapnya.
Dan Sumbar juga harus berkomitmen untuk mencapai net zero
emission pada 2060 tersebut. Sehingga menjadi akumulasi setiap provinsi yang
ada di Indonesia. Karena itu, MKI Sumbar bersama dengan pemangku kepentingan
mulai pemerintah, PLN, akademisi, praktisi, usahawan dan sebagainya duduk
bersama untuk mereview kembali RUKD tersebut.(rel)






