Harmonisasi antara Hukum Adat dan Hukum Positif Semakin Mendesak

KETUA LKAAM Kabupaten Solok, Dr. H.Gusmal, SE. MM


Solok,
Sindotime
-Dalam era globalisasi dan modernisasi saat ini, harmonisasi antara
hukum adat dan hukum positif semakin mendesak, terutama di daerah yang kaya
akan tradisi seperti Sumatera Barat. Di sini akan membahas tantangan dan
peluang dalam mengintegrasikan kedua sistem hukum tersebut, serta dampaknya
terhadap masyarakat.

Ini
disampaikan Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kabupaten
Solok, Dr. H.Gusmal, SE. MM, didampingi Wakil Ketua Dr. M.A. Dalmenda, A.Md,
S.Sos, M.Si,  Dt. Pamuntjak Alam dan
Ketua Pelaksana Drs. Reflidon Dt. Kayo di Arosuka Solok pada Minggu (25/5). Di
mana, LKAAM Kabupaten Solok akan menyelenggarakan seminar bertemakan, “Harmonisasi Hukum Adat dan Hukum  Positif di Sumatera Barat, di Arosuka
pada Selasa (27/5), yang sejatinya kegiatan tersebut rencana dibuka Bupati
Solok dan dihadiri unsur Muspida Solok. Dengan diikuti 40 pengurus dan anggota
LKAAM Kabupaten Solok.

Seminar
ini merupakan kegiatan awal dari salah satu program kerja LKAAM Kabupaten Solok
dan merupakan yang pertama LKAAM kabupaten/kota menindaklanjuti MoU antara Polda
Sumbar dengan LKAAM Sumbar.

Turut hadir sebagai pembicara pada kesempatan
itu nantinya di antaranya, Kepala Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP)
Sumbar,  Brigjen Pol. Dr. Ricky Yanuarfi,
S.H, M.Si, Kasubbidsunluhkum Bidkum Polda Sumbar AKBP. Andi Sentosa, S.H dan
Kasubbidabprof Bidpropam Kompol Alvira, S.H dan dari Gebu Minang Sumbar Buya
Drs. H. Mas’oed Abidin.
 

Lebih lanjut Gusmal Dt. Rajo Lelo menjelaskan, salah satu tantangan utama
dalam harmonisasi hukum adat dan hukum positif di Sumatera Barat adalah
perbedaan prinsip dan nilai yang mendasari masing-masing sistem. Hukum positif
cenderung bersifat universal dan formal, sementara hukum adat lebih fleksibel
dan kontekstual. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan di kalangan masyarakat,
terutama dalam hal penyelesaian sengketa.

“Selain
itu, kurangnya pemahaman dan penghargaan terhadap hukum adat di kalangan
penegak hukum juga menjadi kendala. Seringkali, hukum adat dianggap tidak relevan
atau bahkan bertentangan dengan hukum positif, padahal keduanya dapat saling
melengkapi jika dikelola dengan baik,” jelas mantan bupati Solok dua periode
itu.

Ditegaskan
Gusmal Dt. Rajo Lelo, bahwa harmonisasi hukum adat dan hukum positif di
Sumatera Barat merupakan langkah penting untuk menciptakan keadilan dan
kesejahteraan bagi masyarakat. Meskipun terdapat tantangan yang harus dihadapi,
peluang untuk mencapai integrasi yang baik tetap ada. Dengan kerjasama yang
baik antara semua pihak, diharapkan hukum adat dan hukum positif dapat saling
mendukung dan memperkuat satu sama lain, demi terciptanya masyarakat yang lebih
adil dan berbudaya.

Sementara
itu, Reflidon Dt. Kayo menyebut, terdapat peluang besar untuk melakukan
harmonisasi antara hukum adat dan hukum positif. Pemerintah daerah dan lembaga
terkait dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan hukum kepada masyarakat
mengenai pentingnya kedua sistem hukum ini. Dengan meningkatkan pemahaman
masyarakat, diharapkan akan muncul kesadaran untuk menghargai dan memanfaatkan
hukum adat dalam konteks hukum positif.

“Selain
itu, kolaborasi antara tokoh adat, akademisi, dan penegak hukum juga sangat
penting. Diskusi dan dialog yang konstruktif dapat menghasilkan solusi yang
menguntungkan kedua belah pihak, sehingga hukum adat dan hukum positif dapat
berjalan beriringan,” sebut Reflidon Dt.Kayo.(zoe)