OLEH: Djoko Setijowarno
(Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata/Wakil
Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI Pusat)
Sindotime-Anggaran program angkutan umum sebaiknya ditetapkan sebagai
mandatory dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan, seperti halnya pendidikan dan kesehatan .
Mandatory berasal dari kata “mandate,” yang berarti memberi
wewenang untuk bertindak atau sebagai kata benda berarti perintah resmi.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), mandatory adalah seseorang atau
pemerintah yang mendapatkan sebuah amanat untuk bekerja/memangku jabatan yang
menaungi sesuatu dan sifatnya wajib
Kewajiban menyediakan angkutan umum di Pasal 139
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (1)
Pemerintah wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan orang
dan/atau barang antarkota antarprovinsi serta lintas batas negara; (2)
Pemerintah Daerah provinsi wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa
angkutan orang dan/atau barang antarkota dalam provinsi; (3) Pemerintah Daerah
kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan
orang dan/atau barang dalam wilayah kabupaten/kota; (4) Penyediaan jasa
angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Hingga tahun 2025, ada sekitar 27 pemda yang sudah
menganggarkan pelayanan angkutan umum dengan APBD. Juga sejumlah daerah
memberikan layanan bus sekolah gratis APBD. Ada 12 provinsi, yaitu Prov. Daerah
Khusus Jakarta (Trans Jakarta), Prov. Aceh (Trans Koetaradja), Prov. Jawa
Tengah (Trans Jateng), Prov. DI Yogyakarta (Trans Jogja), Prov. Jawa Timur
(Trans Jatim), Prov. Jambi (Trans Siginjai), Prov. Bali (Trans Sarbagita),
Prov. Kalimantan Selatan (Trans Banjarbakula), Prov. Gorontalo (Trans NKRI),
Prov. Sulawesi Selatan (Trans Sulsel) dan Prov. Jawa Barat (Jabar Metro Trans).
Selain ada sejumlah 12 kota dan 4 kabupaten telah
menyediakan angkutan umum dengan biaya operasional dari APBD, seperti Kota
Medan (Trans Metro Deli), Kota Binjai (Trans Binjai), Kota Pekanbaru (Trans
Pekanbaru), Kota Padang (Trans Padang), Kota Batam (Trans Batam), Kota
Palembang (Trans Musi Jaya), Kab. Bekasi (Trans Wibawa Mukti), Kota Surakarta
(Batik Solo Trans), Kota Semarang (Trans Semarang), Kota Banjarmasin (Trans
Banjarmasin), Kab. Tanah Laut (Trans Lakatan/Layanan Angkutan Tanah Laut), Kota
Surabaya (Suroboyo Bus), Kota Banjarbaru (Angkutan Juara), Kab. Banjar (Trans
Intan), Kota Palu (Trans Palu), Kab. Donggala (Trans Donggala).
Dari 514 pemda di Indonesia, tidak sampai 5 persen yang
sudah mengalokasikan APBD untuk membiayai angkutan umum di daerahnya. Kemauan
politik kepala daerah masih rendah di tengah fiskal yang rendah pula. Angkutan
umum sudah menjadi kebutuhan dasar selain pangan, sandang, perumahan,
pendidikan, dan kesehatan.
Namun, sudah ada dua pemda memiliki peraturan daerah yang
memberikan pembiayaan angkutan umum, yakni Kota Pekanbaru dan Kota Semarang.
Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2023 tentang
Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, menyebutkan hasil penerimaan
PKB dan opsen PKB, dialokasikan paling sedikit 10% untuk pembangunan moda dan
sarana transportasi umum. Selanjutnya, Pemda memerlukan Peraturan Menteri Dalam
Negeri untuk menerapkannya di daerah.
Pasal 12 Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 2 Tahun 2024
tentang Penyelenggaran Angkutan Umum Massal di Kota Pekanbaru, menyebutkan (1)
Pemerintah Daerah berkewajiban memberikan pembiayaan penyelenggaraan angkutan
umum massal di daerah maksimal sebesar 5 persen dari APBD atau disesuaikan
dengan Kemampuan Keuangan Daerah Kota Pekanbaru, (2) pembiayaan merupakan
bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap pembiayaan subsidi angkutan umum
massal/ Public Service Obligation (PSO), (3) selain pembiayaan yang berasal
dari APBD penyelenggaraan angkutan umum massal dapat menerima dari sumber
pembiayaan lain.
Pasal 140 Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2024
tentang Penyelenggaraan Perhubungan, menyebutkan (1) dalam penyelenggaraan
Angkutan Orang dengan Kendaraan bermotor, Pemerintah Daerah dapat memberikan
subsidi angkutan pada trayek atau lintas tertentu, (2) dalam penyelenggaraan
Angkutan massal BRT dan angkutan Massal berbasis Perkeretaapian, Pemerintah
Daerah dapat memberikan subsidi angkutan, (3) pemberian subsidi dialokasikan
paling sedikit 5% yang tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah
berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.
Menuju Indonesia Emas 2025
Indonesia telah memiliki peta jalan untuk menuju target
Indonesia Emas 2045. Saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, terdapat beberapa
target capaian dalam berbagai bidang, antara lain pendidikan, kesehatan,
budaya, dan ekonomi. Pada 2024, target-target tersebut resmi tertuang dalam
Undang-undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2025-2045 (Kompas, 28/01/2025).
Ada lima sasaran Visi Pembangunan menuju Indonesia Emas
2045, program angkutan umum akan menjadi capaian visi kedua adalah kemiskinan
menurun dan ketimpangan berkurang dan visi kelima adalah intensitas emisi gas
rumah kaca menurun menuju emisi nol bersih.
Adapun untuk delapan misinya, angkutan umum akan menjadi
capaian misi ketujuh, yaitu mewujudkan sarana dan prasarana yang berkualitas
dan ramah lingkungan.
Sedangkan 17 arah Pembangunan, angkutan umum akan menjadi
capaian Mewujudkan Transformasi Sosial, yakni kesehatan untuk semua (1),
pendidikan berkualitas yang merata (2), dan perlindungan sosial yang efektif
(3); dan Memantapkan Ketahanan Sosial dan Ekologi Budaya, yakni lingkungan
hidup berkualitas (15), dan berketahanan energi, air dan kemandirian (16).
Dampak angkutan umum
Angkutan umum tidak berbicara soal kemacetan, tetapi
korelasinya besar terhadap kemiskinan. Daerah miskin biasanya memiliki akses
terhadap transportasi buruk. Menyayangkan pemangkasan anggaran dilakukan untuk
mendukung program Makan Bergizi Gratis yang berimbas isu lain, termasuk
anggaran transportasi umum harus dikorbankan. Penyelenggaraan angkutan umum
untuk memikirkan kaum fakir yang terpinggir.
Transportasi umum yang tidak dikelola dengan baik dapat
menimbulkan berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat. Di sejumlah wilayah di
Jateng, sebagian anak harus putus sekolah lantaran angkutan umum sudah tidak
tersedia di daerahnya. Angka putus sekolah meningkat yang berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah pernikahan dini sekaligus meningkatkan kelahiran bayi stunting.
Penurunan subsidi angkutan umum berpotensi mendorong
inflasi. Apabila tidak subsidi, maka opsinya pasti APBD. Jika APBD tidak mampu,
maka tarif dinaikkan. Pasti inflasi dan membenani masyarakat. Ujung-ujungnya
akan meningkatkan kemiskinan, karena peningkatan pengeluaran dan pendapatan
sama ditengah kondisi pertumbuhan ekonomi yang seperti ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah penduduk
atau orang miskin di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 9,03% atau sekitar
25,22 juta orang. Tentunya untuk menurunkan angka kemiskinan itu dengan
memberikan perbaikan parasarana dan layanan angkutan umum.
Biaya transportasi merupakan biaya yang harus dikeluarkan
untuk menunjang mobilitas melakukan aktifitas penunjang kegiatan bekerja atau
aktivitas lainnya. Mengutip hasil perhitungan Dinas Perhubungan Pekanbaru
(2023), warga kota Pekanbaru mengeluarkan biaya transportasi per bulan sekitar
Rp 1.060.000 (34 persen) dari pendapatan bulanan. Asumsi UMK Kota Pekanbaru Rp
3.100.000, biaya transportasi yang menjadi kebutuhan per bulan Rp 1.060.000
(biaya modal motor Rp 500 ribu, biaya bahan bakar Rp 250 ribu, biaya
pemeliharaan Rp 100 ribu, biaya administrasi Rp 20 ribu dan biaya parkir Rp 90
ribu).
Pengeluaran per bulan Kelas Menengah tahun 2021. Temuan tim
Jurnalisme Data Harian Kompas (Kompas.id, 26 Februari 2024)
menunjukkan, tiga pengeluaran teratas kelompok calon kelas menengah dan kelas
menengah adalah pembelian kendaraan pribadi (mobil/sepeda motor), sewa/kontrak
rumah, dan pembelian BBM.
Setiap bulan, keluarga calon kelas menengah (aspiring middle
class) menghabiskan Rp 1,58 juta untuk membayar cicilan kendaraan bermotor, Rp
504.822 untuk sewa/kontrak rumah, dan untuk membeli bensin Rp 228.378. Adapun
kelompok kelas menengah (middle class) mengeluarkan uang dua kali lipat lebih
banyak. Mereka setiap bulan membayar Rp 5,89 juta per rumah tangga untuk
kendaraan bermotor. Masing-masing dari keluarga juga harus menyisihkan uangnya
setiap bulan untuk sewa/kontrak rumah Rp 1,01 juta dan Rp 505.620 untuk membeli
BBM. Kelompok kelas atas rata-rata mengeluarkan Rp 7,87 juta per rumah tangga
untuk kendaraan bermotor. Pengeluaran transportasi per bulan masih lebih tinggi
dibandingkan pengeluaran Pendidikan per bulan.
Transportasi daring ( online ) juga merupakan salah satu hal
yang mendorong meningkatnya biaya transportasi. Hal ini disebabkan angkutan
konvensional yang selama ini menjadi tumpuan pada awalnya menjadi sarana
alternatif angkutan umum yang pada akhirnya menjadi ketergantungan masyarakat
terhadap angkutan umum, yang pada awalnya sangat murah dengan aksesibilitas
tinggi dan setelah berkembang, aplikator cenderung menaikkan pada titik
tertentu yang tidak dapat dijangkau masyarakat dan bagi hasil dengan driver
yang tidak menarik dan tidak menguntungkan dengan biaya dan potongan yang
tinggi dan yang diuntungkan adalah
aplikator karena pemerintah tidak bisa mengawasi aplikator.
Demikian juga yang disampaikan Guru Besar transportasi
Universitas Gajahmada Profesor Danang Parikesit dalam FGD Arah Pembangunan
Transportasi Darat yang ditaja oleh Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, dinyatakan bahwa biaya transportasi masyarakat saat ini
sudah mencapai 40%, dan sudah mengarah kepada pemiskinan masyarakat.
Kriteria miskin
Kriteria masyarakat miskin berdasarkan Badan Pusat Statistik
(BPS) dan Kementerian Sosial, meliputi ekonomi, fisik, kesehatan, psikologis
dan lainnya. Kriteria Ekonomi adalah (1) penghasilan bulanan di bawah Rp
1.590.749, (2) belanja per kapita per bulan di bawah Rp 1.200.000, dan (3)
tidak memiliki tabungan atau aset yang berharga. Kriteria sosial , meliputi (1)
tingkat pendidikan rendah (tidak tamat SD atau tidak sekolah), (2) keterbatasan
akses ke fasilitas kesehatan dan pendidikan, (3) ketergantungan pada pekerjaan
informal, dan (4) tinggal di rumah yang tidak layak huni. Kriteria Fisik adalah
(1) luas lantai kurang 8 meter persegi per orang, (2) lantai tanah/bambu/kayu
murah, (3) dinding bambu/rumbia/kayu murah/tembok tanpa plester, (4) atap tanpa
penutup atau penutup sederhana, dan (5) fasilitas buang air besar tidak
memadai. Kriteria Kesehatan adalah (1) keterbatasan akses ke air bersih, (2)
keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan, (3) prevalensi penyakit kronis, dan
(4) keterbatasan nutrisi dan gizi. Kriteria Psikologis adalah (1) rasa tidak
berdaya, (2) ketergantungan pada orang lain, (3) kurangnya motivasi, dan (4)
keterbatasan kesadaran akan hak-hak sosial. Sedangkan kriteria lain adalah (1)
keterbatasan akses ke teknologi informasi, (2) keterbatasan akses ke
transportasi , (3) keterbatasan akses ke kegiatan sosial dan budaya, dan (4)
keterbatasan jaringan sosial.
Pentingnya mandatory angkutan umum bagi masyarakat miskin
Bagi masayarakat miskin dengan keterbatasan pendapatan yang
diperoleh tidak akan dapat meningkatkan kapasitas diri untuk menaikkan
pendapatan. Jika tidak bergerak lebih dari tempat tinggalnya untuk mencari
pendapatan yang lebih tinggi, pada akhirnya membutuhan biaya transportasi.
Pendapatan sekarang hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dengan
pergerakan yang sangat terbatas, dengan radius kemampuan untuk berjalan kaki.
Dengan adanya fasilitas angkutan umum yang murah, diharapkan
warga dapat bermobilitas lebih jauh lagi dengan pendapatan yang terbatas itu.
Lebih jaug bergerak akan lebih besar peluang menaikkan pendapatan bagi
keluarganya.
Pentingnya mandatory angkutan umum dalam revisi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mempertimbangkan fiskal di daerah, maka diusulkan 5% dari APBD Kota, 3% APBD
Kabupaten dan 3% APBD Provinsi .
Berikutnya, sebesar 3% dari APBN akan digunakan untuk
subsidi angkutan umum perkotaan, subsidi angkutan barang, angkutan Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional atau KSPN (seperti di Pulau Samosir, Kota
Parapat, Kota Balige, Kota Labuan Bajo, Borobudur, Mandalika, Likupang, Pulau
Morotai), angkutan jalan perintis (daerah 3T/tertinggal, terdepan dan terluar),
angkutan umum akses kawasan transmigrasi.
Juga angkutan umum daerah penghasil mineral (seperti Kep.
Meranti, Kep. Anambas, Pulau Halmahera, Pulau Natuna, Pulau Bunyu, Pulau Obi,
Pulau Natuna, Kab. Morowali), angkutan umum pulau-pulau kecil (seperti Pulau
Weh, Kep. Karimun, Kep. Mentawai, Pulau Nias, Pulau Lingga, Pulau Bintan, Pulau
Bengkalis, Pulau Singkep, Pulau Kundur, Pulau Karimun, Pulau Madura, Pulau
Bawean, Pulau Tarakan, Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Laut, Pulau Seram,
Pulau Sumba, Pulau Flores, Pulau Lombok, Pulau Adaro, Kep. Tanimbar, Kep, Aru,
Pulau Kisar, Pulau Bacan, Pulau Yapen, Pulau Alor, Pulau Adonara, Pulau Sabu,
Kep. Sangihe Talaud, Kep. Banggai, Pulau Kabaena, Pulau Buton, Pulau Buru, Kep.
Kei, Pulau Wetar, Pulau Biak)
Selain itu untuk angkutan umum daerah perbatasan (Pulau
Rupat, Pulau Sebatik, Pulau Nunukan, Pulau Weh, Pulau Serasan, Entikong, Aruk,
Jagoibabang, Long Midang, Long Nawang, Napan, Oepoli, Yetetkun, Nanga Badau,
Motaain, Motamasin, Wini).(***)