DIBAHAS: Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman ketika melakukan rapat kerja.(dpr ri)
Jakarta, Sindotime-Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra
Lukman, mengkritik penggunaan alasan tanah untuk melegalkan pembangunan pagar
laut di Kabupaten Tangerang, Banten, dianggap sangat aneh. Alex mempertanyakan
dokumen apa yang digunakan untuk membuat sertifikat tanah tersebut, mengingat
lokasi yang masih belum berstatus tanah musnah pada saat itu.
Pernyataan Alex ini merespons tindakan Menteri ATR/BPN,
Nusron Wahid, yang membatalkan 50 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak
Milik (SHM) terkait dengan Pagar Laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji,
Kabupaten Tangerang, yang terungkap pada Jumat (24/1).
Alex bahkan menggali mitos dari Pustaka Raja Purwa karya
pujangga Jawa Ronggowarsito, yang mengisahkan tentang daratan Sunda Besar yang
terpecah akibat letusan Gunung Krakatau pada abad ke-5. Berdasarkan mitos ini,
Alex bercanda bahwa seseorang bisa saja mengajukan sertifikat tanah atas laut
yang dulunya merupakan bagian dari Sunda Besar.
Candaannya merujuk pada ketentuan tanah musnah dalam Permen
ATR/BPN No. 3 Tahun 2024, yang menyebutkan bahwa tanah musnah adalah yang telah
berubah bentuk akibat peristiwa alam, tidak dapat diidentifikasi, dan tidak
bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Alex mengingatkan pentingnya pemerintah bersikap transparan
mengenai asal-usul pembangunan pagar laut tersebut, tanpa ada yang perlu
disembunyikan. Ia juga menyinggung proyek reklamasi yang serupa yang terjadi di
beberapa kota besar seperti Surabaya, Makassar, dan Bali.
Menurut Alex, pemerintah perlu menjaga keterbukaan, karena Mahkamah
Konstitusi melalui putusan No. 3/PUU-VIII/2010 sudah mengklarifikasi dengan
jelas pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tentang pengelolaan sumber daya alam. Ia
menegaskan bahwa pagar laut yang sedang dibangun di Tangerang bisa jadi
merupakan tindak pidana karena tidak memiliki izin usaha dan telah mengubah
fungsi ruang laut.
Alex bahkan mengusulkan agar DPR RI membentuk Panitia Khusus
(Pansus) untuk menyelidiki lebih lanjut kasus ini. Meskipun pagar laut yang
panjangnya mencapai 30,16 kilometer tersebut telah dibongkar, identitas
pemiliknya yang membangun pagar dari bambu itu masih belum terungkap.(*/zoe)