DISIDANG: Kuasa Hukum Dewan Pers Ahmad Fathanah, Chikita dan
Kuasa Hukum PWI Pusat, Anrico Pasaribu pada persidangan perkara 711 di PN
Jakarta Pusat.(dewan pers)
Jakarta, Sindotime-Dinamika
internal menghiasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Dalam perkara ini,
majelis hakim memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh Hendry Chaerudin
Bangun dan rekan-rekannya terhadap Dewan Pers, Zulmansyah Sekedang, dan Sasongko
Tedjo tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard/N.O.). Alasan penolakan
tersebut didasarkan pada anggapan bahwa materi gugatan tidak jelas (obscuur
libel) dan mengandung cacat formil.
Putusan ini secara tidak
langsung menegaskan bahwa tidak terdapat perbuatan melawan hukum oleh para
tergugat, serta memperlihatkan bahwa konflik yang terjadi dalam tubuh PWI lebih
tepat dikategorikan sebagai persoalan internal organisasi — bukan ranah pidana.
Implikasi Hukum dan Organisasi
Ketua Bidang Pembelaan
Wartawan dan Pembinaan Hukum PWI Pusat, Anrico Pasaribu, SH, menjelaskan bahwa
putusan ini memiliki arti penting dalam beberapa aspek:
Kepastian Hukum
Selama konflik berlangsung, dualisme kepemimpinan PWI sempat
menjadi dasar lahirnya berbagai laporan pidana terhadap pengurus tertentu.
Dengan adanya putusan ini, upaya kriminalisasi berbasis konflik internal
kehilangan dasar hukumnya. Artinya, jalur hukum pidana yang sebelumnya
digunakan untuk menyerang kepengurusan, kini resmi tertutup.
Penegasan Batas Hukum Perdata dan Pidana
Sengketa dalam organisasi seharusnya diselesaikan melalui
mekanisme internal seperti kongres atau forum musyawarah sesuai Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Pengadilan menegaskan kembali prinsip bahwa
hukum pidana adalah langkah terakhir (ultimum remedium), bukan instrumen
politik dalam konflik organisasi.
Legitimasi Kepengurusan Baru
Putusan ini juga memberi bobot legitimasi bagi kepengurusan
PWI hasil Kongres Persatuan 30 Agustus 2025 yang dipimpin oleh Akhmad Munir dan
Zulmansyah Sekedang. Jika gugatan terhadap mereka dinyatakan tidak berdasar
oleh pengadilan, maka secara yuridis dan moral, posisi kepengurusan baru
mendapatkan penguatan.
Dampak Strategis ke Depan
Putusan PN Jakarta Pusat ini
tidak hanya menyelesaikan gugatan hukum, tetapi juga membuka jalan bagi
konsolidasi organisasi. PWI Pusat kini memiliki dasar hukum yang kuat untuk
mengajukan penghentian proses hukum (SP3) atas laporan-laporan yang muncul akibat
dualisme.
Di sisi lain, putusan ini
menjadi sinyal penting bagi dunia pers bahwa organisasi profesi seperti PWI
seharusnya menjadi tempat pembinaan dan penguatan profesionalisme, bukan medan
kriminalisasi. Perselisihan internal adalah hal wajar, namun harus diselesaikan
melalui proses yang demokratis dan sesuai konstitusi organisasi.
Putusan No. 711/Pdt.G/2024/PN Jkt Pst bukan hanya akhir dari
satu gugatan, tapi juga bisa menjadi awal dari proses rekonsiliasi di tubuh
PWI. Dengan legitimasi hukum ini, PWI berpeluang menutup babak panjang konflik
internal dan fokus pada agenda utama, memperkuat integritas, profesionalitas,
dan perlindungan terhadap wartawan di Indonesia.
“Putusan ini menjadi
fondasi baru untuk membangun kembali kepercayaan dan soliditas organisasi.
Saatnya PWI melangkah maju dengan semangat persatuan,” pungkas Anrico
Pasaribu.(*/zoe)