Gagal Dipertemukan dengan Induknya, ”Yuni” Akhirnya Tutup Usia

TUTUP USIA: Seekor bayi gajah Sumatera bernama Yuni, menghembuskan napas terakhirnya di PLG Sebanga, Bengkalis, Riau. (dok BBKSDA Riau)




Bengkalis, Sindotime-Kabar duka mewarnai Peringatan Hari Gajah Sedunia pada Selasa (12/8). Seekor bayi gajah Sumatera berusia empat bulan bernama Yuni tutup usaia di Pusat Latihan Gajah (PLG) Sebanga, Bengkalis, Riau, setelah menjalani perawatan intensif sejak Maret lalu.
Kisah Yuni bermula ketika ia ditemukan oleh warga pada 10 Maret 2025 di Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar. Saat itu, Yuni tampak kebingungan dan tanpa induknya, berada di tengah permukiman yang dikelilingi perkebunan kelapa sawit. Penemuan ini sempat viral di media sosial, memperlihatkan kondisi Yuni yang lemah dan sendirian dikelilingi warga.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Supartono, menjelaskan bahwa Yuni kemungkinan besar terpisah dari kelompoknya. Petugas Wildlife Rescue Unit (WRU) segera mengevakuasi bayi gajah itu dan berupaya mempertemukannya kembali dengan induknya di alam liar, namun tidak berhasil.
Yuni kemudian dibawa ke PLG Minas untuk menjalani masa adaptasi. Di sana, tim medis mencoba memberinya susu formula dan memperkenalkannya pada gajah betina lain agar bisa mendapatkan asuhan. Namun, upaya tersebut tidak berhasil. Selama tiga hari, Yuni terus menolak menyusu dan tidak mendapat respons positif dari gajah dewasa lain.
Melihat kondisi tersebut, Yuni dipindahkan ke PLG Sebanga, Bengkalis, dengan harapan lebih besar—di sana terdapat induk gajah yang baru saja melahirkan. Tetapi Yuni kembali mengalami penolakan.
Untuk menjamin perawatan maksimal, Yuni ditempatkan di kandang khusus dengan pengawasan ketat dari satu dokter hewan dan tiga mahout (pawang gajah). Tim medis memberikan perawatan intensif serta perhatian penuh untuk mendukung pertumbuhan dan kestabilan emosional Yuni, yang dikenal aktif dan lincah.
Namun kondisi Yuni memburuk pada 8 April. Ia menunjukkan tanda-tanda lemah dan mulai kehilangan nafsu makan. Tim medis merespons cepat dengan pemberian cairan elektrolit dan infus, yang sempat menunjukkan hasil positif. Tetapi pada 10 April, kesehatannya kembali anjlok dan akhirnya ia mengembuskan napas terakhir pada dini hari 11 April 2025.
Untuk mengetahui penyebab kematiannya, tim medis melakukan nekropsi. Pemeriksaan awal menunjukkan peradangan pada lambung dan usus. Dugaan awal infeksi Elephant Endotheliotropic Herpes Virus (EEHV) telah disingkirkan setelah hasil laboratorium menunjukkan negatif.
Lebih lanjut, hasil analisis histopatologi dari Institut Pertanian Bogor mengungkap tiga penyebab utama kematian Yuni:
Pneumonia dan perdarahan paru-paru, yang mengakibatkan gagal napas.
Gastroenteritis, menyebabkan dehidrasi, malnutrisi, ketidakseimbangan elektrolit, dan syok hipovolemik.
Stres berat akibat kehilangan induk, yang menurunkan sistem imun dan membuat Yuni rentan terhadap penyakit infeksi.
Menurut Supartono, kejadian ini menjadi evaluasi penting dalam penanganan anak gajah yang terpisah dari induknya. Ia menegaskan bahwa BBKSDA Riau akan meningkatkan kualitas perawatan dan sistem pemantauan kesehatan untuk anak gajah yang diselamatkan.
“Kepergian Yuni menjadi pelajaran penting. Kami berkomitmen memperkuat upaya preventif seperti pemeriksaan rutin, peningkatan asupan nutrisi, dan dukungan psikologis bagi anak gajah yang kehilangan induk,” ujarnya.(*/zoe)