Ruang Digital Ikut Tentukan Popularitas Wakil Gubernur di Indonesia

DAPAT NAMA: Vasko Ruseimy, Wakil Gubernur Sumatera Barat.(pemprov sumbar)


Padang, Sindotime-Di era digital
saat ini, citra dan popularitas pejabat daerah tidak lagi hanya bergantung pada
kinerja lapangan. Kehadiran dan aktivitas di media sosial turut menjadi
indikator penting dalam membangun hubungan dengan masyarakat. Hal ini tercermin
dari hasil riset Social Media Analytic 2025,
yang menilai popularitas para wakil gubernur di Indonesia berdasarkan interaksi
warganet, intensitas pemberitaan, serta percakapan publik sepanjang tahun.

Hasil riset menunjukkan bahwa Vasko Ruseimy, Wakil Gubernur Sumatera Barat, menempati
posisi teratas sebagai wakil gubernur paling populer secara nasional dengan
skor impresif 95 dari 100.
Keaktifannya di platform digital, dikombinasikan dengan perhatian publik
terhadap sejumlah program pembangunan daerah, menjadikannya sorotan utama di
ruang daring.

Menyusul di posisi kedua adalah
Rano Karno, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dengan skor 88. Latar belakangnya sebagai figur publik di industri
hiburan nasional memberi keuntungan tersendiri dalam membangun kedekatan
emosional dengan masyarakat. Meski telah beralih ke dunia politik, daya
tariknya di media sosial tetap kuat dan konsisten.

Sementara itu, Emil Dardak, Wakil Gubernur Jawa Timur, menempati
peringkat ketiga dengan skor 82.
Ia dikenal aktif mengangkat isu-isu pembangunan strategis dan kerap tampil
dalam berbagai forum nasional, baik secara langsung maupun melalui media.
Perpaduan antara substansi dan komunikasi publik menjadikan Emil sebagai salah
satu figur daerah yang paling banyak dibicarakan.

Tak hanya didominasi oleh
pria, daftar lima besar ini juga menampilkan dua tokoh perempuan: dr. Jihan Nurlaela dari Lampung (skor 75) dan Taj
Yasin Maimoen
dari Jawa Tengah (skor 70).
Keterlibatan mereka dalam berbagai program sosial dan pelayanan publik
memperkaya dinamika politik daerah yang selama ini cenderung maskulin.

Riset ini menegaskan bahwa
kehadiran di ruang digital telah menjadi instrumen penting dalam mengukur daya
jangkau dan pengaruh seorang pejabat publik. Meskipun demikian, para peneliti
mengingatkan bahwa popularitas di media sosial bukanlah tujuan akhir.
Kepercayaan masyarakat tetap harus dibangun melalui kebijakan yang konkret dan
berdampak nyata.

Laporan tersebut juga mencatat
bahwa pejabat yang konsisten membangun komunikasi dua arah dengan masyarakat
melalui platform digital cenderung memiliki tingkat keterhubungan dan
popularitas yang lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan pergeseran cara masyarakat
menilai pemimpinnya—tidak hanya dari hasil kerja, tetapi juga dari seberapa
responsif mereka di ruang publik virtual.

“Popularitas memang dapat
membantu membangun kedekatan, namun yang lebih utama adalah kemampuan menjawab
kebutuhan masyarakat dengan tindakan nyata,” demikian bunyi kesimpulan dalam
laporan tersebut.

Secara keseluruhan, fenomena
ini menggambarkan bagaimana media sosial kini menjadi panggung baru bagi para
pemimpin daerah untuk memperkuat pengaruh, membentuk citra, dan menyampaikan program
kerja secara langsung ke masyarakat luas.(*/zoe)