BNPB : Segera Tetapkan Status Tanggap Darurat Karhutla di Riau

CEPAT TANGGAP: Personel Manggala Agni ketika berjibaku memadamkan karhutla yang melanda di Bangko, Rokan Hilir, Riau.(mc riau) 


Pekanbaru, Sindotime-Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Letnan Jenderal TNI Suharyanto, menyoroti Provinsi Riau sebagai
wilayah dengan jumlah titik panas (hotspot) dan firespot terbanyak di antara enam
provinsi prioritas penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di
Indonesia. Oleh karena itu, ia mendesak Pemerintah Provinsi Riau untuk segera
meningkatkan status dari siaga darurat menjadi tanggap darurat, mengingat
bencana kebakaran sudah terjadi di sejumlah daerah.

“Untuk enam provinsi prioritas, Riau ini yang paling
banyak titik panas. Tadi Pak Kalaksa sampaikan kalau daerah-daerah kan sudah
kebakaran. Provinsi sebaiknya sudah langsung menetapkan status tanggap darurat,
bukan siaga darurat lagi, karena sudah terjadi bencananya,” ucapnya saat
melakukan pertemuan di Lanud Rsn Pekanbaru, Senin (21/7).

Diungkapkan, peningkatan status menjadi tanggap darurat akan
mempermudah pemerintah pusat dalam menyalurkan bantuan secara langsung dan
maksimal ke daerah. BNPB mencatat, dari 12 kabupaten/kota di Riau, sebagian
besar sudah terdampak kebakaran hutan dan lahan dengan intensitas yang
bervariasi. 

“Kenapa harus tanggap darurat, supaya pemerintah pusat
ini leluasa memberikan bantuan kepada pemerintah daerah. Untuk data kami memang
sudah ada mengetahui 12 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Riau, ada beberapa
yang sudah terjadi kebakaran. Besarannya memang bervariasi,” ungkapnya.

Dua wilayah yang menjadi perhatian khusus adalah Kota Dumai
dan Kabupaten Bengkalis, karena lokasinya yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga Malaysia. Ia mengingatkan potensi munculnya gangguan asap
lintas negara jika tidak segera ditangani.

“Kita mohon Dumai dan Bengkalis ini menjadi perhatian
betul karena letaknya dekat sekali dengan wilayah Malaysia. Beberapa tahun ini
kita selalu mengusahakan jangan sampai negara Singapura dan Malaysia ini protes
gara-gara terganggu dengan kiriman asap dari wilayah Indonesia,” tegasnya.

Lebih lanjur, ia menjelaskan bahwa tantangan tahun ini
seharusnya lebih ringan dibandingkan tahun 2023 yang dilanda El Nino. Ia
menyebut kondisi cuaca di tahun 2025 masih relatif basah di sebagian besar
wilayah, bahkan beberapa daerah masih mengalami banjir.

“Kalau di tahun 2023 yang El Nino saja kita bisa, masa
kita di 2025 tidak bisa. Karena itu di tahun ini kebakaran seharusnya lebih
kecil, sebab cuacanya juga masih relatif basah. Tadi di daerah-daerah lain itu
justru masih banjir bencananya. Jadi ini mohon perhatian betul,”
pungkasnya.(*/zoe)