DISKUSI: GM PLN UID Sumbar, Ajrun Karim bersama pemilik kebun bawang di Alahan Panjang, Amri Ismail saat memperlihatkan sistem light trap yang digunakan pada kebun bawang miliknya.(zoe/sindotime)
Solok, Sindotime-Demam electrifying
secara perlahan sudah mulai merambah sendi-sendi perekonomian masyarakat
Sumbar. Bahkan secara perlahan, masyarakat sudah mulai meninggalkan sistem
konvensional dengan beralih kepada penggunaan listrik dalam menjalankan usaha
mereka.
Seperti Yon Harmen misalnya. Di mana, owner huller Nadira yang
terletak di jorong Batu Palano Kenagarian Salayo ini, sangat merasakan manfaat
pemakaian listrik untuk menjalankan operasional huller. Ini dinilai mampu
memangkas biaya dan meningkatkan hasil produksi.
Karena sebelumnya, dia membutuhkan 33 liter solar atau
sebesar Rp 330.000 sehari untuk hasil 4 ton. Jika seminggu produksi hanya lima
hari maka, jumlah biaya BBM yang harus dikeluarkan sekitar Rp 1.650.000. Namun
semenjak memakai listrik token, untuk masa kerja selama 5 hari seminggu itu
hanya menghabiskan biaya sebesar Rp 1 juta dengan hasilnya mencapai 5-6 ton.
Artinya, dari segi biaya, pakai listrik seminggu bisa irit
Rp 650.000 dan hasilnya juga naik 1-2 ton dibandingkan sebelumnya. Dan pakai
listrik, putaran mesin juga lebih stabil, sehingga menjadikan mesin lebih terawat
dan hasilnya juga lebih bagus. Dibandingkan dengan pakai solar yang membuat
putaran mesin tidak stabil dan hasil yang didapatkan juga sedikit berkurang.
Selama ini, penggilingan padi Nadira ini sejak mulai
beroperasi pada tahun 2000 lalu menggunakan solar untuk mendukung proses produksi
mesin, namun sejak satu tahun terakhir, sudah berpindah ke listrik PLN. Ini
juga berbekal pengalaman yang didapatkannya di tempat kerjanya sebelumnya.
Saat ini, huller ini mamanfaatkan daya listrik sebesar
53.000 KV. Selain untuk menghidupkan mesin penggilingan padi, juga untuk
mengoperasikan mesin pengeringan padi dengan jumlah pekerja sebanyak 15 orang.
Dan seharinya, huller ini bisa menggiling sekitar 8 ton gabah dan menghasilkan
5 ton beras yang dikirim untuk memenuhi permintaan di dalam Sumbar, Aceh, Sumut,
Riau dan Jambi.
General Manager (GM) PLN UID
Sumbar, Ajrun Karim mengaku, dulu huller itu digerakan dengan diesel,
dan sistem pengeringannya juga dengan cara dijemur di bawah sinar matahari.
Tapi sekarang sudah memakai listrik untuk menghidupkan mesin penggilingan dan
mesin pengeringan.
“Tak hanya itu, kalau saya lihat tadi, itu hasil dedaknya
juga lebih halus, dan sangat baik untuk pakan ternak. Ini karena listrik yang
diberikan PLN secara sistem sangat terjaga, tepatnya di frekuensi 50 Hz dengan
tegangan berkisar 210-220 V,” aku Ajrun Karim diamini Manager Keuangan,
Komunikasi dan Umum, Bambang Santoso.
Khusus untuk huller, potensinya baru terpotret di Solok dan
Bukittinggi. Ini masih berpeluang untuk di Kota Padang dan Payakumbuh. Jika
saja masing-masing kota tersebut ada 1.000 pengusaha huller, berarti ada
sekitar 4.000 pengusaha huller yang bisa menggunakan listrik PLN ini.
Dan kondisi daya listrik secara umum untuk Sumbar reserve
margin antara 3-5 persen. Sehingga tidak perlu khawatir jika ada penambahan
daya dan pemasangan listrik di Sumbar. Untuk itu, listrik diharapkan bisa menjadi
pengungkit ekonomi masyarakat nantinya.
Program EA Untungkan Petani Buah Naga
Bicara soal pemakaian listrik, petani buah naga juga
diuntungkan dengan adanya Electrifying Agriculture (EA) yang diluncurkan PLN.
Seperti yang diungkapkan petani buah naga yang berada di Aripan Bawah,
Kecamatan X Koto, Kabupaten Solok, Agus Susiloadi.
Pria yang sudah merintis usahanya seluas 1 hektare sejak
2020 silam ini, mengaku, hasil panen buah naganya yang berjumlah sekitar 1.200
batang mengalami peningkatan, sejak dirinya menggunakan listrik sebagai
pembantu percepatan fotosintesis.
Jika sebelumnya hasil yang didapat tidak menentu, namun
sejak memakai listrik, dirinya bisa panen hingga 15 kali dengan waktu panen
yang relatif pendek yakni sekitar 21 hari, dengan hasil mencapai 500 ton.
Dibandingkan sebelumnya yang bisa mencapai 28 hari.
“Sebelumnya saya memakai lampu ini untuk mengantisipasi
maling buah naga. Tapi setelah saya perhatikan, ternyata dengan memakai lampu
ini, hasil panen saya bisa melimpah. Ini karena, dengan adanya penerangan ini,
proses fotosintesis bisa berlangsung lebih lama,” ungkapnya.
Juga Kendalikan Hama Bawang
Manfaat program EA juga dirasakan petani bawang. Di mana,
para petani memanfaatkan penerangan sebagai upaya untuk mengendalikan hama
bawang. Seperti yang akui oleh Pemilik Kebun Bawang di Alahan Panjang, Amri
Ismail.
Di mana, dirinya menerapkan sisten light trap atau cahaya lampu untuk mengusir serangga dan hama. Dalam
penerapannya, juga cukup dengan meletakan ember berisikan air di bawah cahaya
lampu 6 watt. Dengan sendirinya, serangga dan hama akan berkumpul di bawah
cahaya lampu, dan jatuh ke dalam ember.
Ada sebanyak 62 light trap yang dipasang di kebun bawang
seluas 1 hektare miliknya. Ini dimaksud untuk menekan penggunaan pestisida
sekaligus pengendalian hama yang menyerang tanaman bawang hingga 50 persen. Dan
juga lampu sorot untuk mempercepat proses fotosintesis.
“Selain itu, kita juga menerapkan teknologi sprinkle untuk penyiraman, terutama saat
musim kemarau dan kabut. Ini untuk mengusir kabut sehingga jamur tidak
menyerang daun bawang dan menggurangi fungisida,” kata Amri Ismail.
Di akhir Roadtrip tersebut, PLN UID Sumbar juga melakukan
serah terima Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) kepada Kopi Solok
Radjo di Nagari Aie Dingin Kabupaten Solok.(zoe)