Padang Pariaman, Sindotime-Aksi demonstrasi yang digelar di depan kantor operasional PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk wilayah Sumatera Barat di Kenagarian Kasang, Batang Anai, Padang Pariaman, Selasa (21/10) lalu, terus menjadi sorotan publik. Aksi tersebut diikuti puluhan warga yang menamakan diri sebagai anak nagari Kasang, serta sejumlah aktivis dan mahasiswa yang menuntut agar Japfa lebih berpihak kepada masyarakat lokal.
Isu ini juga menjadi topik utama dalam program “Detak Sumbar” di Padang TV, yang dipandu oleh Oktafril Febriansyah dengan tema “Japfa Dituding Monopoli Ayam, Benarkah?”. Acara tersebut menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Pemuda Kasang Risky Yori Ardi, Ketua Umum KAHMI Sumbar Rifki Fernanda Sikumbang, Kabid Bina Usaha dan Kelembagaan Disnak Keswan Sumbar Nirmala Puspita Dewi, serta Ketua PII Padang dan Tokoh Masyarakat Padang Pariaman Yohanes Wempi.
Kritik dari Warga Kasang
Perwakilan Pemuda Kasang, Risky Yori Ardi, menyampaikan bahwa sejak berdirinya perusahaan di wilayah itu pada 2011 hingga kini, banyak pertanyaan warga yang belum terjawab. Di antaranya, sejauh mana kontribusi Japfa terhadap peningkatan pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan penyerapan tenaga kerja lokal.
Baca juga : Tiga Hari Terakhir, Tiga Kebakaran…
Risky mengakui bahwa perusahaan memang telah memberikan sejumlah bantuan sosial seperti sunatan massal dan pembagian sembako setiap tahun. Namun, ia menilai kontribusi tersebut masih jauh dari harapan.
“Apakah hanya itu yang bisa diberikan perusahaan sebesar Japfa, yang meraih keuntungan triliunan rupiah?” ujarnya.
Ia juga menyoroti minimnya tenaga kerja asal Kasang yang diterima di posisi strategis. Menurutnya, sebagian besar warga hanya bekerja sebagai buruh kasar atau satpam, sedangkan lulusan-lulusan berpendidikan tinggi tidak mendapat kesempatan yang layak.
“Kami tidak kekurangan SDM. Tapi mengapa tenaga kerja lokal hanya ditempatkan di posisi rendah?” tambahnya.
Pandangan KAHMI Sumbar
Rifki Fernanda Sikumbang, Ketua KAHMI Sumbar, menilai aksi ini muncul karena ruang komunikasi dengan pihak perusahaan tidak berjalan baik. Ia menyinggung teori sosial dependensi, yang menjelaskan bentuk penindasan baru dalam sistem kapitalis modern.
Baca juga : Dukung Berbagai Program Pembangunan…
“Perbudakan memang sudah dihapus, tapi kini muncul penjajahan dalam bentuk baru, lewat dominasi ekonomi,” kata Rifki.
Menurutnya, tindakan korporasi yang menekan potensi masyarakat lokal adalah bentuk penindasan modern yang perlu dikritisi.
Tanggapan Pemerintah Provinsi
Dari sisi pemerintah, Nirmala Puspita Dewi selaku Kabid Bina Usaha dan Kelembagaan Disnak Keswan Sumbar menjelaskan bahwa dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13 Tahun 2017, sistem kemitraan peternakan diatur dengan konsep inti-plasma. Sistem ini, katanya, memberikan peluang kerja sama yang saling menguntungkan antara perusahaan besar dan peternak rakyat.
Ia menambahkan bahwa penetapan Harga Pokok Penjualan (HPP) ayam, terakhir sebesar Rp18.000/kg, membantu peternak kecil bertahan di tengah fluktuasi pasar.
“Japfa memang memiliki sistem dari hulu hingga hilir, namun apakah itu bisa dikategorikan sebagai monopoli, tentu masyarakat dapat menilai sendiri,” ujarnya.
Baca juga : Dorong Energi Bersih untuk…
Ia menegaskan bahwa jika ada indikasi monopoli atau praktik usaha tidak sehat, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti.
Suara Tokoh Masyarakat
Sementara itu, Yohanes Wempi, Ketua PII Padang sekaligus tokoh masyarakat Padangpariaman, mengaku terkejut dengan aksi tersebut. Setelah melakukan komunikasi dengan pihak internal Japfa, ia menemukan bahwa pola bisnis Japfa lebih mengarah pada sistem kemitraan yang terintegrasi.
“Japfa bekerja dari hulu ke hilir — menyediakan bibit, pakan, obat, hingga membeli hasil panen peternak. Sistem ini memang mendominasi, tapi bukan berarti menutup ruang usaha mandiri,” jelasnya.
Meski demikian, Wempi mendorong agar Japfa ikut berperan dalam program pemerintah seperti Koperasi Merah Putih dan Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan cara memperkuat rantai pasok daging ayam lokal.
Baca juga : Baru 4 Persen Sumbar Penuhi Kriteria…
“Tuntutan masyarakat Kasang seharusnya diarahkan pada seberapa besar dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan warga dari keberadaan perusahaan tersebut,” ujarnya.
Pihak Japfa Belum Memberikan Tanggapan
Sayangnya, meskipun telah diundang dalam dialog publik tersebut, perwakilan PT Japfa Comfeed tidak hadir. Upaya menghubungi Humas Japfa, Darma, melalui telepon juga tidak mendapat respons.
Kasus ini menggambarkan ketegangan antara kepentingan korporasi besar dan ekspektasi masyarakat lokal dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kemitraan ekonomi. Publik kini menantikan tanggapan resmi dari pihak Japfa atas berbagai tudingan dan harapan yang disuarakan warga Kenagarian Kasang.(zoe)
Selanjutnya : Kasus Perceraian ASN di…






