Pessel, Sindotime-Ketegangan antara warga dari Kecamatan Pancungsoal dan Airpura dengan pihak PT Incasi Raya Group di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatera Barat, kembali mencuat. Sejak Senin (27/10), warga memblokir akses jalan menuju pabrik perusahaan di kawasan Simpang Tiga Jalan Baru, Indrapura, sebagai bentuk protes atas belum terealisasinya kebun plasma yang dijanjikan.
Pemblokiran yang dilakukan menggunakan alat berat ini membuat aktivitas operasional perusahaan lumpuh total. Hingga Kamis (30/10), parit yang digali warga di ruas jalan utama masih menghalangi jalur distribusi ke pabrik.
Baca juga : Mantan Bupati Dharmasraya Klarifikasi…
Akar Konflik: Janji Plasma 20 Persen Tak Kunjung Terpenuhi
Juru bicara warga, Lucky Andrisko, bersama Erwin dan Afriadi, menjelaskan aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan karena perusahaan belum juga menunaikan kewajiban menyerahkan 20 persen lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk kebun plasma masyarakat. Menurut mereka, hak tersebut diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Kami hanya menuntut hak yang dijamin undang-undang. Kami minta perusahaan menunjukkan di mana letak kebun plasma itu, jangan hanya janji,” ujar Lucky, Rabu (29/10).
Warga menilai, meski perusahaan telah lama beroperasi dan menguasai ribuan hektare lahan di dua kecamatan tersebut, manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar masih minim.
Legislator: Pemerintah Jangan Perpanjang Izin Tanpa Pemenuhan Kewajiban
Anggota DPRD Sumatera Barat, Bakri Bakar, menilai tuntutan warga memiliki dasar hukum yang kuat. Ia mendesak perusahaan agar segera merealisasikan kewajiban sosialnya sebelum pemerintah memperpanjang izin HGU.
Baca juga : Perkuat sistem pemantauan K3 dan…
“Dari 14 ribu hektare lahan HGU, seharusnya lebih dari dua ribu hektare dialokasikan untuk plasma. Kalau belum terealisasi, pemerintah jangan memperpanjang izinnya,” tegas Bakri.
Politikus asal Pessel itu berjanji akan membawa persoalan ini ke rapat resmi DPRD Sumbar dan mengawal aspirasi warga hingga ke tingkat pemerintah provinsi dan pusat.
Perusahaan Minta Waktu, Warga Tidak Puas
Pihak manajemen PT Incasi Raya Group, melalui perwakilannya Adril, menyampaikan bahwa jawaban resmi atas tuntutan masyarakat akan diberikan dalam dua minggu. Namun, pernyataan ini ditolak warga karena dianggap tanpa kepastian. Akibatnya, mediasi kembali gagal dan warga melanjutkan aksi blokade jalan.
Hingga Rabu (29/10) sore, situasi di lapangan masih tegang namun terkendali. Aparat keamanan bersama pemerintah daerah terus berupaya melakukan pendekatan agar aksi tidak meluas.
Tokoh Masyarakat: “Plasma Itu Kewajiban Hukum, Bukan Hadiah”
Baca juga : Tabrak Truk Mogok, Pengendara Motor Asal…
Tokoh masyarakat Pancungsoal, Jumadil, menyebut aksi warga lahir dari kekecewaan yang mendalam. Ia menegaskan bahwa kebun plasma bukan bentuk belas kasih perusahaan, melainkan kewajiban hukum yang lahir dari izin perkebunan.
“Kalau plasma memang ada, pemerintah pasti tahu letaknya. Artinya, masyarakat menuntut bukan hanya perusahaan, tapi juga pemerintah yang mengeluarkan izinnya,” ujarnya.
Menurutnya, kondisi ini menjadi ironi: perusahaan berlindung di balik izin, sementara pemerintah daerah diam di balik meja.
“Kalau plasma benar-benar berjalan, tak akan ada blokade jalan. Yang tersisa hanya janji dan laporan tahunan di atas kertas,” tambahnya.
Baca juga : Targetkan 82,9 Juta Penerima…
Pemerintah Daerah: Seruan Menahan Diri
Camat Pancungsoal, Mukhtar Is, mengimbau warga untuk tetap menahan diri dan tidak melakukan tindakan anarkis. Pemerintah kecamatan, katanya, siap memfasilitasi pertemuan lanjutan antara masyarakat dan perusahaan.
“Kami berharap semua pihak menahan diri. Pemerintah akan memastikan hak dan kewajiban dipenuhi secara adil,” ujar Mukhtar.
Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dari pihak perusahaan agar persoalan dapat diselesaikan secara damai dan berkeadilan.
Analisis Singkat
Konflik ini mencerminkan persoalan klasik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan di Indonesia: ketidakterpenuhinya kewajiban plasma. Kasus PT Incasi Raya Group menjadi pengingat bahwa transparansi, pengawasan pemerintah, dan komitmen sosial perusahaan adalah kunci untuk mencegah konflik agraria berkepanjangan.(*/zoe)
Selanjutnya : Siswa SMPN 7 Kebunjati Ditemukan Meninggal di…






