Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik, Ancaman Tersembunyi bagi Anak Indonesia

EDUKASI: Moderator - Dr Reza Fahlevi, SpA(K); Ketua UKK Kardiologi IDAI Dr Rizky Adriansyah, SpA(K); Anggota UKK Kardiologi IDAI Dr. Triyanti Rahayu Ningsih, SpA(K).(idai)

Jakarta, Sindotime–Tanpa disadari, anak-anak di Indonesia masih dalam ancaman Demam Reumatik (DR) dan Penyakit Jantung Reumatik (PJR). Banyak orang tua tidak menyadari bahwa penyakit ini berawal dari infeksi tenggorokan yang tampak ringan, namun jika tidak diobati dengan benar dapat menyebabkan kerusakan permanen pada katup jantung, bahkan berujung pada gagal jantung dan kematian.

Menurut Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Penyakit Jantung Reumatik merupakan penyebab tersering penyakit jantung yang didapat pada anak dan remaja di negara berkembang, termasuk Indonesia. Sayangnya, kesadaran masyarakat terhadap bahaya infeksi tenggorokan akibat bakteri streptokokus masih rendah. Banyak kasus baru terdeteksi ketika kerusakan katup jantung sudah parah, sehingga penanganannya menjadi lebih sulit dan mahal.

Dari Radang Tenggorokan Menuju Kerusakan Jantung

Dr. Rizky Adriansyah, M.Ked(Ped), Sp.A(K), Subsp. Kardio(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Kardiologi IDAI, menjelaskan bahwa Demam Reumatik adalah reaksi autoimun yang muncul 1–5 minggu setelah anak mengalami radang tenggorokan akibat infeksi bakteri Streptococcus grup A. Bila tidak ditangani, kondisi ini dapat berkembang menjadi Penyakit Jantung Reumatik (PJR) — kerusakan menetap pada katup jantung.

Baca juga : Dorong Inovasi dan Ekonomi Digital Berbasis…

Gejala DR yang perlu diwaspadai meliputi, Nyeri dan bengkak sendi yang berpindah-pindah, Ruam kulit berbentuk cincin, Keluhan jantung seperti sesak, jantung berdebar, mudah lelah, atau bengkak pada tungkai, Gerakan tidak terkendali seperti menari (chorea Sydenham).

Beban Tinggi Penyakit Jantung Reumatik di Indonesia

Indonesia masih tergolong negara endemis untuk PJR. Angka kematiannya mencapai 4,8 per 100.000 penduduk, lebih tinggi dibandingkan malaria (3 per 100.000).
Data UKK Kardiologi IDAI tahun 2018 menunjukkan bahwa, Hanya 60% anak yang mampu bertahan hidup delapan tahun setelah diagnosis, Sekitar 40% anak mengalami perburukan fungsi katup jantung dalam beberapa tahun. “Tantangan dalam menangani PJR sangat kompleks,” jelas dr. Rizky.

“Mulai dari rendahnya deteksi dini, ketidakpatuhan terhadap pengobatan pencegahan, hingga kelangkaan Benzatin Penisilin G (BPG) — antibiotik utama untuk mencegah kekambuhan penyakit,” lanjutnya.

BPG seharusnya diberikan secara suntik setiap 3–4 minggu untuk mencegah serangan ulang Demam Reumatik. Namun, ketersediaannya di berbagai fasilitas kesehatan, terutama di daerah, masih sering terbatas.

Baca juga : Peringati Hari Pahlawan 2025, KAI Divre II Sumbar…

Pencegahan: Langkah Paling Efektif

IDAI menekankan bahwa pencegahan adalah kunci untuk mengurangi kasus PJR. Ada dua bentuk pencegahan utama:

Pencegahan Primer (Mencegah Terjadinya DR) terdiri dari Obati infeksi tenggorokan akibat Streptococcus hingga tuntas dengan antibiotik selama 10–14 hari, Terapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): rajin cuci tangan pakai sabun, tidak berbagi alat makan, dan menutup mulut saat batuk atau bersin, Pastikan lingkungan rumah dan sekolah memiliki ventilasi serta sanitasi yang baik.

Pencegahan Sekunder (Mencegah Kekambuhan) yakni Bagi anak yang sudah terdiagnosis DR atau PJR, suntikan BPG harus dilakukan secara rutin minimal selama 5 tahun atau hingga usia 21 tahun, tergantung tingkat kerusakan jantung, Melalui sistem rujuk balik, pemberian suntikan dapat dilakukan di Puskesmas atau rumah sakit daerah, Perlu Kolaborasi Nasional, Penanganan PJR memerlukan kerja sama lintas sektor.

IDAI menyerukan keterlibatan aktif orang tua, guru, tenaga kesehatan, dan pemerintah, Orang tua dan guru diharapkan waspada terhadap gejala infeksi tenggorokan serta memastikan kepatuhan anak menjalani pengobatan, Masyarakat perlu mendukung penerapan PHBS dan lingkungan sehat, Pemerintah diharapkan memperkuat program skrining nasional, registri pasien DR/PJR, serta menjamin ketersediaan BPG di semua tingkat fasilitas kesehatan.

Baca juga : Diduga Rugikan Negara Rp 1,2 Miliar, Tiga Tersangka…

Data WASHActs 2025 menegaskan urgensi perbaikan infrastruktur dasar.
Masih ada 1,5 juta anak sekolah tanpa akses fasilitas cuci tangan dengan air dan sabun, dan 58% sekolah belum memiliki sanitasi memadai.

Sehatkan Jantung Anak Indonesia

“Pencegahan PJR bukan hanya tugas dokter, tapi tanggung jawab bersama,” tegas dr. Piprim. Jadi, sambungnya, dengan kolaborasi semua pihak, kita bisa mewujudkan Sehatkan Jantung Anak Indonesia, Selamatkan Penerus Bangsa.”

Melalui peningkatan kesadaran, deteksi dini, dan akses pengobatan yang merata, beban Penyakit Jantung Reumatik di Indonesia dapat ditekan, memberi harapan bagi jutaan anak untuk tumbuh sehat dan berprestasi.(*/zoe)

Selanjutnya : ParagonCorp Raih Sembilan Penghargaan di…