Pariaman, Sindotime-Karena keunikannya sebagai stasiun kereta yang memadukan fungsi transportasi, nilai sejarah, dan pesona pantai dalam satu ruang, Stasiun Pariaman kembali menjadi perhatian publik. Berada hanya beberapa meter dari Pantai Gandoriah, stasiun ini tidak sekadar menjadi lokasi naik-turun penumpang, tetapi juga menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat pesisir yang telah berkembang selama lebih dari seratus tahun.
Keberlanjutan Stasiun Pariaman tidak lepas dari kerja sama pemerintah daerah dan keterlibatan warga. Proses revitalisasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir bukan hanya memperbaiki layanan, tetapi juga menguatkan posisinya sebagai ikon pariwisata Sumatera Barat. Setiap hari, terdapat 10 perjalanan kereta lokal Pariaman Ekspres relasi Paulina–Naras yang menghubungkan Padang dan Pariaman. Layanan ini berperan penting dalam mobilitas masyarakat dan menjadi pendukung utama pertumbuhan pariwisata serta ekonomi kreatif di kawasan pesisir.
Menurut Kepala Humas KAI Divre II Sumbar, Reza Shahab, bangunan stasiun masih mempertahankan ciri khas arsitektur fungsional kolonial akhir. Elemen-elemen seperti jendela kayu berukuran besar dan kanopi logam tua tetap dipertahankan sehingga memberikan karakter kuat sekaligus menunjukkan kemampuan bangunan beradaptasi dengan iklim pantai yang lembap dan berangin.
Baca juga : Bermodus Sewa Kendaraan, Terduga Penggelapan…
Sejak mulai beroperasi pada awal abad ke-20, Stasiun Pariaman berperan sebagai pusat distribusi komoditas pesisir, seperti kopra dan ikan kering. Namun, fungsi ini perlahan bergeser seiring pertumbuhan kota dan pengembangan Pantai Gandoriah sebagai destinasi wisata unggulan. Kini stasiun berperan sebagai pintu masuk utama wisatawan sekaligus titik pertemuan warga. Kereta dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam dari Padang menawarkan pengalaman perjalanan dengan pemandangan pesisir serta lanskap pedesaan khas Sumatera Barat, menjadikannya pilihan favorit bagi wisatawan yang mencari moda transportasi yang nyaman dan terjangkau.
Perubahan fungsi stasiun terlihat jelas dari aktivitas harian masyarakat. Sejak pagi hingga sore, Stasiun Pariaman menjadi ruang sosial tempat pedagang, wisatawan, pelajar, serta pekerja seni bertemu dan berinteraksi. “Dulu kereta identik dengan pedagang, sekarang lebih banyak wisatawan,” ujar Reza, menggambarkan perubahan karakter pengguna jasa kereta dari masa ke masa.
Baca juga : Habis Kontrak, Armada Udara Karhutla BPBD…
Reza juga menegaskan bahwa Stasiun Pariaman bukan hanya aset transportasi, tetapi bagian penting dari identitas budaya pesisir Sumatera Barat. KAI berkomitmen menjaga kelestarian bangunan bersejarah ini sekaligus memastikan peningkatan layanan bagi masyarakat. Upaya yang dilakukan mencakup pemeliharaan infrastruktur, peningkatan keamanan, serta penguatan layanan Kereta Api Sibinuang yang menjadi andalan warga setempat.
“Dengan perpaduan sejarah, budaya, dan potensi wisata, Stasiun Pariaman menjadi contoh bagaimana sebuah infrastruktur transportasi dapat berkembang menjadi ruang hidup bagi masyarakat. KAI Divre II Sumbar berkomitmen menjaga nilai historis sekaligus memberikan pelayanan modern, aman, dan nyaman bagi seluruh pelanggan,” tutup Reza.(*/zoe)
Selajutnya : Tabrak Truk Boks…






